Ustaz Hamzah Alattas Ajak Umat Islam Pahami “Fikih Perbedaan” Sebagai Jalan Menuju Persatuan

RasilNews – Di tengah tantangan perpecahan yang kerap melanda umat, Ustaz Hamzah Alattas mengajak kaum Muslimin untuk menyelami makna Fikhul Ikhtilaf atau “Fikih Perbedaan” sebagai bagian dari upaya menjaga persatuan. Tausiah penuh makna ini disampaikan pada Rabu, 5 Safar 1447 H dan disiarkan langsung dari Jalan Masjid Silaturahim No. 36, Kalimanggis, Cibubur, Bekasi, melalui Radio Silaturahim dan Rasil TV. Siaran ini juga tersedia secara daring melalui kanal YouTube Rasil TV.

Dipandu oleh Rizka Agustin tausiah tersebut menekankan pentingnya memahami perbedaan sebagai bagian dari dinamika umat Islam. Menurut Ustaz Hamzah, istilah “fikih” dalam konteks ini tidak hanya berarti hukum-hukum ibadah seperti salat atau wudu, tetapi lebih luas: sebagai bentuk pemahaman terhadap realitas keagamaan.

Mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, beliau menjelaskan bahwa “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama”. Ini menunjukkan bahwa kemampuan memahami agama—termasuk dalam hal perbedaan pendapat—merupakan karunia besar dari Allah SWT.

Salah satu pokok bahasan utama dalam tausiah ini adalah penjelasan mendalam mengenai ayat 118 – 119 Surah Hud. Ustaz Hamzah menyoroti adanya kesalahpahaman di kalangan sebagian umat Islam yang menganggap ayat tersebut sebagai dalil bahwa perpecahan adalah takdir. Menurutnya, pemahaman ini bertentangan dengan semangat Islam yang menyerukan persatuan.

“Allah memerintahkan kita untuk bersatu. Maka tidak mungkin perintah-Nya bertentangan dengan ketetapan-Nya,” tegas Ustaz Hamzah.

Tausiah dibuka dengan pembacaan Surah Al-Fatihah, Ummul Kitab, sebagai bentuk permohonan agar Allah membuka hati umat Islam untuk memahami firman-Nya. Doa-doa pun dilantunkan agar hati dibersihkan dari berbagai penyakit seperti syirik, kibir (sombong), riya (pamer), hasad (iri), ujub (bangga diri), hiqdu (dendam), su’uzan (prasangka buruk), ghurur (tipu daya), dan lainnya. Doa juga dipanjatkan untuk keselamatan dan ampunan bagi diri sendiri, orang tua, para guru, dan seluruh kaum mukminin.

Menariknya, Ustaz Hamzah menyebut Surah Hud sebagai bagian dari peristiwa ‘Amul Huzn (Tahun Kesedihan), yang turun sekitar tahun ke-10 kenabian. Tahun itu merupakan masa paling berat bagi Rasulullah SAW, karena wafatnya dua sosok terdekat beliau: istri tercinta Sayyidah Khadijah RA—pejuang dakwah dengan hartanya, dan Abu Thalib — paman yang selalu membelanya dari kaum Quraisy.

Melalui konteks sejarah tersebut, Ustaz Hamzah mengajak jamaah untuk merenungkan bahwa ayat-ayat dalam Surah Hud bukan hanya relevan untuk masa lalu, tapi juga menjadi petunjuk penting bagi umat Islam hari ini dalam menghadapi perbedaan dengan bijak dan arif.

“Perbedaan bukan alasan untuk berpecah. Justru lewat pemahaman terhadap fikih perbedaan, kita bisa menguatkan ukhuwah dan saling melengkapi,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *