Berkah Sya’ban

Berkah Sya’ban

Ada seorang ulama yang mengatakan, Rajab adalah bulan untuk menanam. Sya’ban adalah bulan untuk menyiram tanaman. Ramadhan adalah bulan untuk memanen tanaman. Artinya seorang Mukmin tidak biasa menyirami tanaman kebaikan dari sekarang di bulan Sya’ban, maka bagaimana mungkin akan memanen tanaman kemuliaan dan keistimewaan di bulan suci Ramadhan yang penuh berkah nanti.

Dikutip dari minanews.net, Ahli bahasa Arab menyebutkan, Sya‘ban berasal dari kata Sya‘aban yang bermakna terpancarnya keutamaan. Sya‘ban juga bisa berasal dari kata as-syi‘bu artinya sebuah jalan di gunung, yang tidak lain adalah jalan kebaikan. Lainnya mengatakan, Sya‘ban berasal dari kata asy-sya‘bu yang artinya menambal, yaitu saat Allah SWT menambal atau menghibur hamba-Nya. Makna-makna tersebut mengacu pada berpencarnya atau banyaknya cabang-cabang kebaikan pada bulan mulia ini, sebagai hiburan bagi orang-orang beriman.

Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Kitab Fathul Bari menyebutkan, Sya’ban menandakan penduduk jazirah Arab pada bulan tersebut berpencar-pencar (yatasya’abun) mencari sumber mata air setelah bulan Rajab. Karena itu, umat Islam memanfaatkan kehadiran bulan Sya’ban ini sebagai hari-hari untuk menemukan dan melakukan banyak ibadah dan amal kebaikan. Di antaranya adalah dengan memperbanyak puasa sunnah di dalamnya. Juga amalan lainnya seperti shalat-shalat sunnah, tadarus Quran, dzikir dan doa, bersedekah, dan kegiatan kebaikan lainnya.

Bulan Syaban, dicontohkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW adalah salah satu momen untuk memperbanyak puasa disamping bulan Ramadhan. Dalam Kitab Lathaif al-Ma’arif disebutkan bahwa sekelompok ulama, seperti Ibnu al-Mubarak dan lainnya menguatkan keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak berpuasa penuh (satu bulan) di bulan Sya’ban, melainkan beliau hanya memperbanyak puasa di dalam bulan tersebut. Hal ini sebagaimana kesaksian dari Sayyidah Aisyah r.a. dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah SAW senantiasa banyak melakukan puasa di bulan Sya’ban sebagai bentuk persiapan menjelang datangnya bulan suci Ramadhan.

Sementara dalam riwayat lain, Usamah bin Zaid yang merupakan putra angkat Rasulullah SAW pernah terheran-heran dengan amalan yang dilakukan oleh Nabi selama Bulan Sya’ban. Dan ia pun memberanikan diri untuk bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan sebagaimana engkau berpuasa di Bulan Sya’ban”. Menjawab pertanyaan Usamah bin Zaid, Rasulullah bersabda, “Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan aku ingin ketika amalanku diangkat, aku dalam kondisi berpuasa.”(HR. An-Nasa’i dan Ahmad).

Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwa pada pertengahan bulan Sya’ban seluruh amalan umat Islam diangkat oleh Allah SWT. Sehingga pada detik-detik terakhir sebelum buku catatan amal diangkat, Rasulullah ingin memperbanyak amalan sholeh dan berpuasa. Namun, sayangnya keberadaan bulan Sya’ban seringkali dilalaikan oleh sebagian besar umat Islam. Kebanyakan dari kita terlalu berfokus pada kemuliaan bulan Rajab yang suci dan bulan Ramadhan yang penuh berkah saja. Sebagai bulan yang mengiringi hadirnya bulan Ramadhan, dan gerbang untuk memfokuskan diri beribadah didalamnya, tentunya Sya’ban memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Selain terdapat beberapa ibadah sunnah untuk diamalkan didalamnya, juga terdapat keberkahan yang besar ketika ibadahnya diperbanyak.

Sya’ban dan keberkahannya harus menjadi perhatian kita. Karena berkah atau barokah adalah berkembang atau bertambahnya sesuatu. Sedangkan, menurut Imam Al-Ghazali, berkah adalah bertambahnya kebaikan. Sementara para ulama mendefinisikan berkah sebagai segala sesuatu yang banyak dan melimpah, meliputi berkah secara material dan spiritual, seperti kesehatan, ketenangan, keamanan, harta, usia, dan anak. Jadi, pada intinya berkah adalah langgengnya kebaikan atau bertambahnya kebaikan.

Dalam kehidupan saat ini, berkah atau barokah bukan hanya perihal cukup dan mencukupi. Tetapi juga, termasuk bertambahnya ketaatan kepada Allah SWT dengan segala keadaan yang ada. Allah berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. al-A’raaf: 96).

Dengan riwayat-riwayat di atas, kita bisa tahu bagaimana harus bersikap dalam mengisi amalan di bulan Sya’ban ini. Jika Rasulullah SAW yang merupakan manusia sempurna tanpa dosa saja masih berupaya melakukan yang terbaik dan senantiasa bermuhasabah diri, apalagi dengan kita.

Wallahu a’lam bishshawwab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *