Ekonom: Harga Pangan Naik Karena Kita Kebanyakan Impor

Ekonom: Harga Pangan Naik Karena Kita Kebanyakan Impor

Cibubur, Rasilnews – Ekonom Faisal Basri menyoroti kenaikan harga pangan di Indonesia yang saat ini melonjak. Ia menilai fenomena tersebut disebabkan karena Indonesia lebih banyak membeli barang impor dari luar negeri ketimbang mengekspor.

Diketahui harga kedelai dan daging yang naik, serta kelangkaan minyak goreng membuat kegaduhan di tengah masyarakat Indonesia.

Faisal menerangkan, sebenarnya bukan hanya Indonesia saja, hampir semua negara mengalami kenaikan harga, baik harga pangan maupun harga barang lainnya.

“Hampir semua negara mengalami kenaikan harga, bukan hanya harga pangan saja, tapi yang sensitif tentu saja pangan. Dan Indonesia ini, untuk urusan perut lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor. Jadi kita mengalami defisit di kode harmonized system (HS) nol,” jelas Faisal dalam program acara Indonesia Leader Talk (ILT) di kanal YouTube Rasil TV pada Jumat (25/2).

Sebagai informasi, dalam pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Keuangan No.131/PMK.04/2020 mengartikan HS sebagai standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO).

“Karena kita bergantung pada luar negeri sebagai kebutuhan kita maka tak terhindarkan kenaikan harga pangan di dalam negeri mengingat harga di luar negeri melonjak,” sambung Faisal.

Dalam program acara rutinan Jumat malam tersebut, Faisal menyebutkan, tidak seperti negara-negara lain, harga pangan di Indonesia sangat sensitif karena lebih dari separuh masyarakat Indonesia atau 52,8 persen tergolong sangat miskin, miskin, nyaris miskin, dan rentan miskin.

“Jumlahnya lebih dari separuh penduduk, kalau semua sudah sejahtera kan nggak ada masalah,” ucapnya.

Faisal membeberkan bahwa daya beli masyarakat Indonesia juga masih rendah. Pertumbuhan belanja masyarakat tahun lalu, kata Faisal hanya naik 2,02 persen, angka ini cukup rendah dari rata-rata 5 persen. Menurutnya, hal ini disebabkan karena negara gagal menyejahterakan rakyatnya.

“Ini menunjukkan daya belinya merosot. Jadi kuncinya adalah karena negara gagal menyejahterakan rakyat terbawah. Karena kalau rakyat makin sejahtera, dia (rakyat) makin mampu beli walaupun tempe harganya naik, karena sedikit sekali dampaknya terhadap pendapatannya,” jelas Faisal.

Selain Ekonom Faisal Basri, narasumber dalam acara ILT tersebut yakni Politisi PKS Mardani Ali Sera, Ketua Umum Vox Point Indonesia Yohanes Handojo B, Pengamat Politik Rocky Gerung, serta Ketua Komisi A DPRD Sumut Hendro Susanto.

Acara tersebut ditayangkan melalui kanal YouTube Rasil TV, PKS TV, PKS TV Jaktim, serta live streaming di akun Facebook dan YouTube pribadi Mardani Ali Sera, juga dipancar luaskan melalui siaran Radio Silaturahmi AM 720Khz.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *