Eskalasi Israel-Iran Memuncak, Mardigu Ungkap Strategi Genosida dan Propaganda Global

Jakarta, Rasilnews – Ketegangan antara Israel dan Iran terus meningkat ke titik yang mengkhawatirkan. Serangan udara, aksi sabotase, hingga perang siber silih berganti, memperlihatkan bahwa konfrontasi terbuka bukan lagi sekadar kemungkinan, tetapi skenario yang tengah dipersiapkan.

Dalam kondisi global yang penuh ketakutan ini, Mardigu Wowiek—pakar geopolitik dan ekonom—menyampaikan analisis mendalamnya dalam program Buka Mata Buka Telinga (BMBT) di Radio Silaturahim, Ahad (15/06/2025). Ia membedah akar konflik Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Iran, dalam kerangka rencana besar kekuasaan dan penguasaan persepsi dunia.

Mardigu menyatakan bahwa Israel tak hanya mempraktikkan penjajahan atas Palestina, melainkan telah menjalankan skenario genosida sistematis mirip yang dilakukan Amerika terhadap suku Indian atau Australia terhadap Aborigin. “Tujuannya jelas: menghapus eksistensi Palestina, mengusir rakyatnya ke padang gurun Sinai atau wilayah tak berpenghuni lainnya,” jelasnya.

Ia juga menyoroti sikap dunia yang dinilainya ambigu. Meski banyak rakyat Eropa mendukung Palestina, para pemimpin mereka justru tunduk pada tekanan sistem global. “Begitu menjabat, mereka berubah jadi boneka korporasi dan kekuatan asing. Tidak bisa cetak uang sendiri, tidak boleh keluar dari sistem dolar, dan harus tunduk pada Amerika,” ujarnya.

Dalam paparan itu, Mardigu menyebut Iran sebagai satu-satunya negara yang secara terbuka berani menghadapi Israel. Meskipun diserang melalui pembunuhan ilmuwan, sabotase fasilitas nuklir, hingga drone yang menyusup ke wilayah dalam negeri, Iran tetap teguh.

“Israel hanya menunggu waktu untuk menyerang besar-besaran. Tapi di balik layar, ada strategi global yang lebih kejam: membuat Iran bereaksi lebih dulu agar punya dalih menyerang balik habis-habisan,” beber Mardigu.

Ia pun mengungkap bahwa setelah satu serangan besar Israel terhadap Iran, Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman langsung menelpon Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatullah Khamenei, dengan peringatan tajam: “Kalau tidak balas sekarang, Iran akan dilenyapkan selamanya.”

Namun Mardigu mengingatkan bahwa perang ini bukan hanya militer. “Yang lebih berbahaya adalah perang persepsi. Israel jago menciptakan ilusi. Video rakyat Iran bersorak atas serangan musuh, itu bukan realita. Itu perang propaganda,” tegasnya.

Ia bahkan menyebut bahwa karakter elite Israel mirip penderita gangguan kepribadian narsistik (NPD): selalu merasa benar, menyalahkan korban, dan tak bisa menerima kritik.

“Umat Islam, dan semua manusia waras, harus sadar bahwa ini bukan sekadar konflik teritorial. Ini perang kebenaran melawan dusta yang dibungkus rapi oleh media dan elite global,” ungkapnya

Mardigu Soroti Peran Mossad, CIA, dan Perang Media

Selain membongkar strategi geopolitik besar yang dijalankan Israel dan sekutunya, Mardigu juga mengungkap keterlibatan intelijen asing dalam operasi-operasi rahasia terhadap Iran. Ia menegaskan bahwa Mossad dan CIA telah lama menanamkan sel-sel intelijen di dalam Iran, dan inilah yang membuat serangan Israel menjadi sangat presisi.

“Sehari sebelum serangan, radar dan sistem pengawasan Iran bisa dijamming. Ini bukan kerja satu malam. Ini hasil operasi intelijen bertahun-tahun,” tegasnya.

Menurutnya, kekuatan utama Israel bukan hanya terletak pada senjata, tetapi pada penguasaan informasi dan manipulasi narasi global. Dalam serangan udara ke fasilitas militer dan nuklir Iran, Israel disebutnya tak hanya menarget infrastruktur, tetapi juga tokoh-tokoh penting: ilmuwan, pejabat, dan panglima Garda Revolusi.

Namun serangan militer ini tak terlepas dari tujuan memenangkan perang di ranah media. Israel, kata Mardigu, sangat paham bahwa memenangkan opini publik internasional sama pentingnya dengan kemenangan di medan perang.

“Banyak video yang seolah menunjukkan rakyat Iran senang ketika negaranya diserang. Tapi itu semua bagian dari propaganda. Mereka manfaatkan media sosial, AI, bahkan memproduksi visual yang dramatis untuk memanipulasi emosi dunia.”

Ia memperingatkan bahwa dunia saat ini tengah berada dalam pusaran informasi yang sengaja dikacaukan. “Rakyat jadi bingung, siapa korban siapa pelaku. Itulah senjata utama Israel: membalikkan realitas.”

Di akhir sesi, Mardigu mengajak pendengar untuk tidak mudah terjebak dalam narasi yang dibentuk media arus utama. Ia menekankan pentingnya kesadaran geopolitik, keberanian bersuara, dan solidaritas atas nama kemanusiaan.

“Kalau kita diam, kalau kita tidak paham, maka kita sedang memberi ruang pada kejahatan yang disusun rapi, dibungkus modernitas, dan didukung teknologi.” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *