Habieb Abdullah Baharun: Orang Tua dan Pemerintah Memiliki Peran Menjaga Generasi Muda dari Dampak Negatif Teknologi

Jakarta, Rasilnews – Rektor Universitas Al-Ahqaf Hadramaut, Yaman, Al-Alamah Prof. Habieb Abdullah bin Muhammad Baharun, menyampaikan seruan tentang peran penting orang tua dan pemerintah dalam menghadapi dampak negatif teknologi. Dalam seminar internasional bertema “Masyarakat Indonesia dan Kecerdasan Buatan AI” di Majelis Markaz Syariah Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu (09/07/25), Habieb Abdullah mengingatkan bahwa tanpa kesadaran kolektif, masyarakat – terutama generasi muda – akan menjadi korban terbesar dari peradaban digital yang semakin masif.

“Orang tua tidak boleh abai. Jangan sampai kita mendapati anak-anak kita pulang ke rumah dengan masalah besar, tapi tidak ada tempat bersandar karena ayah dan ibunya terlalu sibuk dengan handphone mereka sendiri,” kata Habieb Abdullah, yang diterjemahkan oleh Habieb Muhammad Hanief di hadapan peserta seminar.

Ia mencontohkan betapa banyak anak-anak dan remaja mengalami tekanan mental, hingga mencari pelarian ke media sosial atau lingkungan yang salah. Namun saat mereka mencoba mencari pertolongan di rumah, ayah dan ibu mereka justru asyik menatap layar ponsel, tidak menyadari gejolak jiwa anak-anaknya.

“Ini sangat berbahaya. Jiwa anak-anak kita bisa hancur pelan-pelan. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng terakhir justru runtuh karena orang tua dikuasai oleh teknologi,” tegasnya.

Selain orang tua, Habieb Abdullah juga menekankan pentingnya kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari dampak destruktif teknologi dan kecerdasan buatan (AI). Ia menilai, pemerintah tidak boleh sekadar menjadi penonton dalam derasnya arus digitalisasi yang membawa banyak nilai asing dan budaya permisif ke tengah masyarakat.

“Negara harus hadir secara proaktif. Jangan biarkan rakyatnya menjadi korban dari teknologi yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar asing. Kita harus punya regulasi, kita harus punya proteksi, agar anak-anak kita tidak dikendalikan oleh algoritma media sosial,” jelasnya.

Habieb Abdullah menyebut fenomena meningkatnya kasus pelecehan, pemerasan digital, hingga penyebaran konten tak pantas sebagai bukti nyata bahwa teknologi sudah menjadi alat kejahatan baru. “Berapa banyak anak perempuan disandera karena foto-fotonya? Jika mereka tidak menurut, foto itu diancam akan disebar. Ini bukan sekadar statistik; ini tragedi yang nyata,” ujarnya.

Habieb Abdullah menyerukan agar orang tua kembali mengokohkan peran mereka sebagai pendidik pertama bagi anak-anak. “Jangan sampai handphone lebih didengar daripada suara ayah dan ibu,” katanya. Ia mengingatkan, kemandirian dalam mengontrol teknologi harus dimulai dari rumah.

Sementara itu, ia berharap pemerintah Indonesia untuk menjaga “kemerdekaan digital” bangsa. Selama ini, katanya, teknologi yang digunakan di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China. “Jika kita terus bergantung pada mereka, kita akan kehilangan arah. Kita akan kehilangan jati diri,” tegasnya.

Sebagai solusi, Habieb Abdullah mendorong lahirnya platform-platform digital Islami yang berpijak pada nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah. Platform seperti ini, menurutnya, akan menjadi benteng bagi umat Islam untuk tetap teguh dalam menghadapi tsunami budaya global.

Seminar internasional yang digelar di Majelis Markaz Syariah Petamburan itu dihadiri ratusan peserta dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi hingga aktivis dakwah. Mereka sepakat bahwa seruan Habieb Abdullah harus menjadi peringatan bagi semua pihak.

“Ini bukan tentang melarang teknologi, tapi tentang mengendalikan diri agar teknologi tidak mengendalikan kita,” ujarnya di akhir ceramah.

Habieb Abdullah berharap peran orang tua yang penuh kasih sayang, ditambah dengan kebijakan pemerintah yang tegas dan berpihak pada rakyat, akan mampu menyelamatkan generasi muda dari dampak negatif teknologi.

“Jika tidak kita kendalikan, teknologi akan menghancurkan masyarakat kita, menghancurkan anak-anak kita, dan pada akhirnya menghancurkan peradaban kita,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *