Jakarta, Rasilnews — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menyoroti putusan pengadilan terhadap Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor. Menurut Mahfud, vonis terhadap Tom Lembong tidak memenuhi unsur niat jahat (mens rea) sebagaimana disyaratkan dalam hukum pidana.
Pernyataan itu disampaikan Mahfud dalam podcast bersama Prof. Rhenald Kasali yang ditayangkan di kanal YouTube Rhenald Kasali dan telah ditonton lebih dari 402.919 kali ditonton sejak diunggah.
Dalam diskusi tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, seseorang memang bisa dijerat meskipun tidak menerima aliran dana secara langsung. Namun, dalam konteks hukum pidana, unsur “niat jahat” tetap harus dibuktikan untuk dapat menjatuhkan vonis.
“Barang siapa memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, bisa dijerat korupsi. Tapi untuk dihukum, harus ada mens rea. Tanpa niat jahat, seseorang tidak bisa dihukum,” tegas Mahfud.
Mahfud menilai, dalam kasus Tom Lembong, unsur mens rea tidak terbukti. Ia menyebutkan bahwa Lembong hanya menjalankan perintah atasan berdasarkan dokumen resmi dan hasil rapat koordinasi.
“Sudah dikejar ke mana-mana, tidak ada bukti niat jahat. Dia hanya menjalankan perintah Presiden saat itu,” jelas Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menyatakan keberatannya terhadap vonis yang dijatuhkan hakim. Ia menilai keputusan tersebut keliru dan bisa merusak rasa keadilan masyarakat.
“Saya harus berani menyatakan putusan hakim itu salah. Ini belum inkrah, dan masih bisa dilawan di pengadilan tinggi. Maka kita berhak menyatakan bahwa ini putusan yang keliru,” ujarnya.
Mahfud yang dikenal vokal dalam pemberantasan korupsi mengaku, selama ini tidak pernah membela terdakwa kasus korupsi. Namun menurutnya, kali ini ia harus angkat suara karena menyangkut prinsip dasar dalam hukum.
“Saya selalu mendukung hakim yang galak terhadap koruptor. Tapi kalau hukum diterapkan sembarangan, rasa keadilan dan demokrasi bisa terancam,” katanya.
Mahfud juga mengingatkan bahwa demokrasi tanpa hukum akan menjadi liar, sementara hukum tanpa demokrasi bisa melahirkan kezaliman. Ia pun mengkritik praktik hukum yang dinilainya mulai disusupi oleh kepentingan politik.
“Orang sekarang merasa ada yang janggal, lalu mengaitkannya dengan politik. Ini berbahaya bagi negara hukum,” pungkasnya.