Nuim Khaiyath: DPR Wakili Suara Parpol bukan Suara Rakyat

Nuim Khaiyath: DPR Wakili Suara Parpol bukan Suara Rakyat

Cibubur, Rasilnews – Penyiar Senior, Nuim Khaiyath menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebenarnya mewakili kemauan partai politik (parpol), bukan kemauan rakyat. Hal itu ia sampaikan untuk menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024 yang diusulkan sejumlah ketua umum (ketum) parpol.

Diketahui, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merupakan anggota DPR RI. Sedangkan Ketum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sementara Ketum Partai Golkar, Airlangga Hartarto ialah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI. Ketiganya merupakan ketum parpol yang menyuarakan penundaan Pemilu 2024.

“Kalau nanti dua per tiga parpol yang berada di MPR memutuskan untuk otak-atik UUD 1945 mengenai masa jabatan presiden, maka Presiden akan patuh saja pada kemauan parpol karena dianggap mewakili kemauan paling tidak mayoritas rakyat,” kata Nuim dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahmi AM 720Khz edisi Senin (7/3).

Nuim menjelaskan, sebenarnya Presiden Joko Widodo memiliki wewenang untuk menolak usulan tersebut ataupun menolak untuk tidak mendatangi suatu aturan baru yang dibuat oleh DPR.

“Padahal presiden punya kewenangan, dalam hal ini untuk mengatakan tidak bisa ditanda tangani dan sebagainya,” jelasnya.

Menurut Nuim, Presiden Jokowi menganggap bahwa kemauan DPR mewakili kemauan masyarakat. Padahal, lanjut Nuim, DPR ketika telah dipilih lebih banyak mewakili kepentingan partainya.

“Jadi presiden menganggap bahwa DPR itu sebenarnya mewakili kemauan rakyat, padahal anggota DPR setelah dipilih kebanyakan mewakili kemauan politik, dan kemauan politik saat ini seperti PKB terus terang saja, mereka sedang diambang kewalahan kalau nanti ada pemilu mungkin mereka hanya segelintir yang akan terpilih, begitu juga PAN dan Golkar,” ucapnya.

Sebelum berembus kembali di pekan terakhir, isu perpanjangan masa jabatan atau tiga periode memang sudah dua kali mencuat di tiga tahun pertama periode kedua Jokowi.

Pertama kali wacana itu muncul pada akhir 2019, saat sejumlah kelompok mendorong perpanjangan masa jabatan presiden. Jokowi pun langsung menyatakan penolakan terhadap rencana itu. Begitu pula ketika isu tersebut naik kedua kalinya pada Maret 2021, Jokowi tegas menolak usulan tersebut.

Akhir-akhir ini, isu tersebut kembali muncul. Namun Jokowi belum bersuara secara terbuka. Akhir pekan lalu dia hanya bicara kepada Harian Kompas soal sikapnya terhadap wacana tersebut. Kata Jokowi, dia taat kepada konstitusi.

Meski demikian, Jokowi agak berbeda. Tak ada lagi penolakan. Bahkan, ia bilang usulan penundaan Pemilu 2024 bagian dari demokrasi.

“Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat,” kata Jokowi. “Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *