Perjuangan Buruh Melawan Kebijakan Kerdil

Oleh Muhammad Fauzi B.Tokan, S.H (Constitution Law Activist)

ANTUSIAS setiap 1 Mei sebagai simbol peringatan hari buruh internasional, selalu diabadikan di Indonesia dengan gelaran aksi bagi buruh dan mahasiswa, diskusi bagi pemerhati serta kaji kebijakan bagi akademisi. Lantas di mana posisi pemerintah? Hari ini kita melihat buruh bukan hanya menjadi tulang punggung dalam keluarganya akan tetapi mengambil peran penting yang lebih luas yaitu di sektor industri sebagai penggerak roda perokonomian nasional. Lalu bagaimana dengan nasib buruh yang masih dan selalu diabaikan pada saat ini? Siapa yang harus dimintai penjelasan akan nasib buruh hari ini?

Peringantan Hari Buruh ini, merupakan momentum untuk memberikan penghargaan dan penghormatan atas sumbangsih tenaga dan kerja para buruh di salah satu sisi. Namun di sisi lain, eksplotasi besar-besaran terhadap buruh yang diakibatkan oleh ketimpangan kebijakan pemerintah yang kerdil menjadi problema utama di Indonesia hari ini. Regulasi yang kurang mengakomodasi hak buruh akan sangat berdampak pada kesejahteraan buruh. Ketimpangan yang ditimpa oleh regulasi terus menjadi polemik bagi buruh di tengah pembiaran oleh pemerintah dalam berbagai aspek kebijakan yang menguntungkan para buruh. Di samping itu pemerintah selalu memaksa masyarakat kecil yang di dalamnya termasuk buruh untuk membayar pajak kepada negara.

Kebijakan yang sangat minim dalam mengakomodasi hak-hak buruh dalam artian merugikan buruh yaitu pasca-diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja yang di nilai memberengus hak-hak para buruh, dan memberikan akses fleksibilitas kepada pengusaha untuk menentukan secara sepihak tanpa melibatkan pekerja dalam hal upah, waktu kerja dan pemberian limitasi kerja dalam kontrak kerja. Di sisi yang lain, perlindungan terhadap hak-hak buruh di nilai semakin melemah seperti penambahan alasan untuk Pemutusan Hubungan Kerja serta pengurangan kompensasi pasca Pemutusan Hubungan Kerja.

Di samping itu juga, gelombang Pemutusan Hubungan Kerja pasca diterbikan UU Cipta Kerja meningkat di setiap tahunnya. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat pada tahun 2024 dalam periode Januari-Juli sebanyak 42.863 ribu terkena Pemutusan Hubungan Kerja, kemudian pada tahun 2025 terhitung pada periode Januari-Februari sudah tercatat sebanyak 18.610 buruh terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Persoalan ini menunjukan rapuhnya regulasi untuk memberikan perlindungan terhadap keberlansungan hidup para buruh.

Untuk itu poin penting yang seharusnya dilakukan ialah membuat dan memperbarui kebijakan yang mempekuat posisi buruh dalam dunia ketenagakerjaan, sehingga dapat memberikan kehidupan yang layak bagi buruh. Perlindungan terhadap hak buruh, selalu disuarakan di setiap daerah, berbagai tuntutan selalu ditekankan oleh para buruh mengenai kesejahteraan.

Akan tetapi di tengah silih berganti pejabat negara, kebijakan yang dibuat lebih memprioritaskan kepentingan pengusaha ketimbangan hak-hak buruh, hal ini membuat buruh menjadi terbelenggu dalam mendapatkan apa yang menjadi haknya. Tumpang tindih kebijakan serta lemahnya regulasi terhadap mengakomodasi hak-hak untuk kesejahteraan buruh, seakan-akan negara hari ini sedang memberikan konfirmasi bahwa negara gagal dalam memberikan fasilitas baik terhadap buruh.

Perjuangan buruh hari ini, bukan perjuangan melawan eksploitasi pengusaha, akan tetapi perjuangan buruh hari ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kebijakan kerdil dari pemerintah.

Selamat Hari Buruh! Panjang Umur Perjuangan!

Editor: Arina Islami

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *