Jakarta, Rasilnews – Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh setiap tanggal 2 Mei, berbagai refleksi terhadap kondisi pendidikan Indonesia kembali mencuat. Salah satunya datang dari Prof. Ridwan yang menekankan pentingnya membangun sistem pendidikan yang berbasis pada keikhlasan dan kecerdasan hati, bukan hanya pada kecerdasan intelektual semata.
“Pendidikan Indonesia memiliki dua sisi. Ada yang sudah menunjukkan tanda-tanda kemajuan, tetapi tidak sedikit pula yang masih suram. Tugas kita adalah terus berpikir positif, memperbaiki kekurangan, dan meningkatkan yang sudah baik,” ujar Prof. Ridwan kepada Radio Silaturahim, Jumat (2/5).
Di tengah tantangan zaman dan perkembangan teknologi, Prof. Ridwan menyatakan keyakinannya bahwa pendidikan Indonesia akan menjadi lebih baik di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti. Namun ia juga menyoroti masalah serius yang dihadapi para pendidik, yaitu menurunnya keikhlasan dalam bekerja akibat pengaruh dunia luar.
“Godaan materialisme semakin kuat, apalagi dengan derasnya arus media sosial. Banyak guru yang mulai hitung-hitungan secara duniawi. Ini harus diwaspadai,” tegasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Prof. Ridwan mendorong pendekatan spiritual dan hati dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. Ia menyebut konsep cara berpikir suprarasional, yakni pendekatan yang melibatkan kepekaan batin dan kedekatan kepada Allah sebagai kunci menjaga keikhlasan.
“Saya percaya pada konsep tabungan jiwa. Jika kita bekerja dengan tulus karena Allah, maka balasan-Nya akan datang dalam bentuk pemenuhan kebutuhan hidup, melalui cara-cara yang tidak disangka-sangka,” jelasnya.
Dalam pandangannya, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menempatkan kecerdasan hati sebagai fondasi utama, disusul kecerdasan akal dan fisik. Ia juga menyoroti masuknya pengaruh artificial intelligence (AI) dalam dunia pendidikan, namun menurutnya, manusia tetap akan unggul jika mampu menjaga kepekaan hati dan nilai spiritual.
“Kecerdasan buatan memang mulai mempengaruhi kehidupan kita. Tapi jika kita tetap dekat dengan Allah dan cerdas secara spiritual, insya Allah kita akan tetap eksis,” katanya.
Prof. Ridwan mengingatkan bahwa pendidikan bukan sekadar urusan kurikulum atau teknologi, tetapi juga persoalan moral dan keikhlasan. Pendidikan yang sejati, menurutnya, adalah pendidikan yang mampu membentuk manusia berkarakter dan berhati nurani.