Renungan “Ayat Kekuasaan”

CALON Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan mengutip sebuah ayat Alquran dalam pernyataan pamungkas atau kalimat penutup saat debat kelima calon Presiden yang diselenggarakan KPU RI di Jakarta Ahad malam. Potongan ayat 26 dari Surat Ali Imron di ucapkan Anies, “Qulillahumma malikal-mulki tu’til-mulka man tasya wa tanzi’ul mulka mim man tasya. Bahwa Tuhan akan memberikan dan mencabut dari yang dikehendaki. Karena itu, kami dalam berjuang menyadari betul cinta kasih, welas kasih, ketulusan keteguhan menjadi bagian dari perjuangan ini.”

Berkaitan dengan ayat tersebut, banyak narasumber Rasil yang pernah membahas isi kandungan ayat tersebut. Para ustaz dalam siarannya menyampaikan pesannya untuk para pemimpin dan calon pemimpin. Saat masa-masa pemilihan banyak orang yang mengerjakan hal-hal yang tidak perlu. Maka, jika ada orang baik yang diberikan kekuasaan maka Allah ingin kebaikannya menyebar. Namun jika ada orang buruk yang diberikan kekuasaan maka Allah ingin menunjukkan ada yang salah dengan apa yang diembannya.

Merenungi makna atau isi kandungan yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 26 salah satunya tentang definisi pemimpin yang baik. Pada ayat ini dijelaskan perbedaan antara orang yang diberi kekuasaan dengan orang yang dihinakan oleh Allah sesuai dengan yang ia kehendaki. Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tanganMu lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.”

Dalam ayat ini Allah menyuruh Nabi Muhammadﷺ untuk menyatakan bahwa Allah Yang Maha suci yang mempunyai kekuasaan tertinggi dan Maha bijaksana dengan tindakan-Nya yang sempurna di dalam menyusun, mengurus, dan merampungkan segala perkara dan yang menegakkan neraca undang-undang di alam ini. Maka Allah yang memberikan urusan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.

Ada kalanya Allah memberikan kekuasaan itu bersamaan dengan pangkat kenabian seperti keluarga Ibrahim, dan ada kalanya hanya memberikan kekuasaan memerintah saja menurut hukum kemasyarakatan yaitu dengan mengatur kabilah-kabilah dan bangsa-bangsa. Allah juga yang mencabut kekuasaan dari orang-orang yang Dia kehendaki, disebabkan mereka berpaling dari jalan yang lurus, yaitu jalan yang dapat memelihara kekuasaan karena meninggalkan keadilan dan berlaku curang dalam pemerintahan.

Demikianlah hal itu telah berlaku pula terhadap Bani Israil dan bangsa lain disebabkan kezaliman dan kerusakan budi mereka. Allah juga memberi kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki, dan menghinakan orang yang Dia kehendaki. Orang yang diberi kekuasaan ialah orang yang didengar tutur katanya, banyak penolongnya, mempengaruhi jiwa manusia dengan wibawa dan ilmunya, mempunyai keluasan rezeki dan berbuat baik kepada segenap manusia. Setiap orang memiliki kedudukan dan kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin asalkan memenuhi ketentuan dan mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Orang yang mendapatkan kesempatan untuk memimpin atau menduduki sebuah jabatan maka ia harus menjalankan kepemimpinanya dengan amanah karena kepemimpinan dan kekuasaan merupakan titipan dari Allah SWT, segala sesuatunya merupakan milik-Nya, yang mengatur semua mahluk dan melaksanakan semua apa yang dikehendaki-Nya. Dialah yang berkehendak untuk menganugerahkan kekuasaan atau mencabutnya, memuliakan atau menghinakan siapapun yang dikehendaki-Nya.

Ayat ini juga menjadi pengingat, nasihat bagi semua manusia yang “menginginkan” kekuasaan, atau manusia yang diamanahkan kekuasaan. Bahwa kekuasaan itu adalah mutlak milik Allah subhanahu wata’ala, manusia hanya diberi pinjaman sementara, setiap saat Allah bisa mencabutnya. Sejatinya kekuasaan digunakan untuk mencapai apa yang diridhai Allah subhanahu wata’ala.

Dalam hitungan hari, bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilu serentak yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden, bersamaan dengan memilih para wakil rakyat yang akan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat.

Hajatan politik ini adalah sebagai implementasi dari sistem negara demokrasi, dimana kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Cara demokrasi ini telah dipilih oleh bangsa Indonesia untuk menentukan para pemimpinnya yang duduk di lembaga eksekutif maupun legislatif. Semoga Allah memberikan hidayah kepada rakyat Indonesia untuk mendapatkan pemimpin yang diridhai.

Wallāhu ‘Alam bis-shawāb