Ustaz Jazuli Khalil : Jadikan Ibadah Qurban Wasilah Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT

Ustaz Jazuli Khalil : Jadikan Ibadah Qurban Wasilah Mendekatkan Diri Kepada Allah SWT

Cibubur, Rasilnews – Seringkali manakala kita memasuki bulan Dzulhijjah, hari raya Idul Adha dimana sudah menjadi kebiasaan kita kaum muslimin melaksanakan salah satu sunnah yang disyariatkan dalam Islam yaitu ibadah qurban, demikian Ustad Jazuli Khalil menerangkan dalam program Tausyiah Sore Radio Silaturahim.

Qurban merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Qurban biasanya menggunakan tiga hewan ternak, seperti kambing, sapi dan unta, tentunya dengan syarat-syarat tertentu.

Qurban dalam Islam juga disebut dengan al-udhiyah dan adh-dhahiyyah yang berarti binatang sembelihan, seperti unta, sapi (kerbau), dan kambing yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyriq sebagai bentuk taqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah.

Di dalam surat al-Kautsar (108) ayat 2 Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. [الكوثر (108): 2]

“Maka shalatlah engkau karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” [QS. al-Kautsar (108): 2]

Di dalam surat al-Hajj (22) ayat 34-35, Allah berfirman:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ. الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاَةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. [الحج (22): 34-35]

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.” [QS. al-Hajj (22): 34-35]

Untuk menjelaskan ayat tersebut, Imam an-Nawawi kemudian menyebutkan:
فشرط المجزئ في الاضحية أن يكون من الانعام وهي الابل والبقر والغنم سواء في ذلك جميع أنواع الابل من البخاتي والعراب وجميع أنواع البقر من الجواميس والعراب والدربانية وجميع أنواع الغنم من الضأن والمعز وانواعهما ولا يجزئ غير الانعام من بقر الوحش وحميره والضبا وغيرها بلا خلاف

“Syarat diperbolehkannya hewan kurban adalah hewan tersebut merupakan hewan ternak, yaitu unta, sapi dan kambing. Termasuk segala jenis unta, seperti al-bakhati (unta yang memiliki dua punuk) atau al-‘irab (berpunuk satu), juga segala jenis sapi, seperti kerbau, al-‘irab, al-darbaniyah (sapi yang tipis kuku dan kulitnya serta memiliki punuk), begitu juga dengan segala jenis kambing, seperti domba/biri-biri, atau kambing lain. Dan tidak diperbolehkan berkurban selain dengan hewan-hewan ternak yang telah disebutkan, baik berupa hasil kawin silang antara sapi dan keledai ataupun hewan lain. Hal ini tidak diperdebatkan oleh para ulama.” (Lihat: An-Nawawi, al-Majmū’ Syarḥ Muhazzab, Beirut, Dâr al-Fikr, tt., j. 8, h. 392)

Dalam hukum Qurban terdapat perselisihan antar ulama, hukum Qurban dibagi menjadi beberapa pendapat.
1. Hukum Wajib
Berdasarkan ayat Al-Quran dan hadis tentang kurban, Abu Hanifah dan ulama madzhab Hanafiyah memandang kurban sebagai amalan wajib. Kewajiban itu berlaku setiap tahunnya bagi orang yang bermukim (tinggal/tidak berpergian) di suatu daerah.

Ibnu Taimiyah dan Ibnu ‘Utsaimin juga berpendapat qurban hukumnya wajib. Sesuai dalil Alquran surat Al Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Dirikanlah shalat dan berqurbanlah.”
Abu Hurairah berkata bahwa Rasul SAW bersabda:
“مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا”
“Barangsiapa telah memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.” (HR Ibnu Majah no 3123)

2. Hukum Sunah Muakkad
Jumhur ulama yang terdiri dari Imam Malik, Syafi’i, dan Hambali memandang bahwa hukum kurban tidak wajib, melainkan sunah muakkad. Hal ini didasari hadis yang berbunyi:
(إِذَا رَأَيْتُمْ هِلالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ ) وفي لفظ له : ( إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.
“Bahwa Rasulullah pernah bersabda apabila kamu melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, hendaklah ia menahan (diri dari memotong) rambut dan kuku-kukunya (binatang yang dikurbankan).” (HR. Jama’ah kecuali Bukhari dari Ummu Salamah)

3. Hukum Makruh
Menurut Jumhur ulama, kurban menjadi makruh hukumnya jika orang yang mampu melaksanakan ibadah ini tidak melaksanakannya.
Rasulullah bersabda:
عَنْ َأبِي هُرَيْرَة: َأنَّ رَسُوْل اللهِ صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ كَانَ لهُ سَعَة وَلمْ يَضَحْ فَلا يَقْربَنَّ مُصَلَّانَا (رواه احمد وابن ماجه)
“Barang siapa yang mempunyai kemampuan, tetapi ia tidak berkurban maka janganlah ia mendekati (menghampiri) tempat sholat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *