Jakarta, Rasil News – Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat setelah Forum Purnawirawan TNI melayangkan surat permintaan resmi ke DPR. Namun hingga saat ini, Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku belum menerima secara langsung surat tersebut, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, Rabu (25/06).
Menanggapi hal ini, dr. Sarbini Abdul Murad —mantan Presidium Mer-C dan relawan kemanusiaan—menyebut bahwa keresahan yang disuarakan para purnawirawan TNI bukan tanpa alasan. Dalam program Dialog Topik Berita, Kamis (26/06), ia menyebut langkah mereka sebagai bentuk cinta dan kepedulian terhadap Republik.
“Sejak awal, pencalonan Gibran sudah memunculkan banyak tanda tanya. Prosesnya dianggap tidak wajar, tidak patut. Jadi apa yang disampaikan para purnawirawan ini, saya kira ada benarnya,” ungkap dr. Sarbini.
Menurutnya, kegaduhan politik ini seharusnya dijawab secara serius oleh lembaga legislatif, dalam hal ini DPR dan MPR. Jika aspirasi publik yang berkembang dibiarkan, dikhawatirkan akan memicu kegaduhan lebih besar.
Sarbini bahkan menyinggung kekhawatiran sebagian masyarakat terkait kondisi kesehatan Presiden Prabowo Subianto. “Kalau, semoga tidak ya, terjadi sesuatu pada Presiden Prabowo, maka otomatis Gibran akan naik menjadi Presiden. Pertanyaannya: apakah dia siap?” ujarnya.
Ia menilai, kekhawatiran yang muncul bukan semata karena Gibran adalah anak Presiden Joko Widodo, melainkan karena publik belum melihat kapasitas yang memadai dari sosok Gibran sebagai pemimpin negara.
“Kalau dia punya kemampuan luar biasa, mungkin orang akan lebih tenang. Tapi karena kemampuannya dinilai minim, wajar kalau masyarakat merasa waswas,” jelasnya.
Mantan Presidium MerC ini juga mengkritik sistem koalisi pemerintah yang terlalu kuat menguasai legislatif, sehingga fungsi pengawasan menjadi lemah. Menurutnya, situasi ini berbeda dengan negara-negara lain yang legislatifnya lebih independen, seperti di Filipina.
Terkait anggapan bahwa Presiden dan Wakil Presiden adalah satu paket dan tidak bisa dipisahkan, dr. Sarbini menyampaikan pandangannya dengan merujuk kasus Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Dulu Gus Dur jatuh, padahal dia juga terpilih satu paket. Artinya pemakzulan tetap bisa terjadi, asalkan ada dasar hukum dan politik yang kuat,” tegasnya.
Ia juga menyinggung soal perubahan mendadak aturan usia capres-cawapres, dari 40 tahun menjadi 35 tahun, yang membuka jalan bagi Gibran maju di Pilpres 2024.
“Kita dulu ribut soal usia capres, tiba-tiba bisa berubah. Kalau itu bisa, kenapa pemakzulan dianggap tidak bisa? Semua tergantung pada kemauan politik dan keberpihakan pada konstitusi,” katanya.
Menutup pernyataannya, dr. Sarbini menegaskan bahwa suara-suara kritis dari masyarakat, termasuk para purnawirawan, harus dipandang sebagai bentuk kasih sayang kepada negeri, bukan upaya menjatuhkan pemerintah.
“Kalau ada kekhawatiran soal masa depan republik, terutama bila tampuk kekuasaan dipegang oleh orang yang belum terbukti kapasitasnya, maka itu wajar. Dan DPR harus menyikapinya dengan kepala dingin dan hati terbuka,” pungkasnya.