Cibubur, Rasilnews — pengamat ekonomi dan sosial politik Ichsanudin Noorsy menilai proyek kereta cepat jakarta–bandung (whoosh) perlu diaudit secara menyeluruh, baik dari aspek hukum maupun keuangan. hal itu disampaikan dalam siaran radio silaturahim (rasil fm) saat membahas pembiayaan dan kerja sama antara indonesia dengan tiongkok.
menurut noorsy, pemerintah seharusnya melakukan legal due diligence dan financial due diligence untuk memastikan perjanjian kerja sama dilakukan secara transparan dan sesuai konstitusi. ia menegaskan, perjanjian antara indonesia dan tiongkok perlu dibuka ke publik karena proyek tersebut telah menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (apbn).
“pemeriksaan hukum pada proyek kereta cepat bukan hanya kewajiban pemerintah membuka perjanjian kerja sama kepada publik, tapi juga membongkar bagaimana proyek ini bergeser dari model business to business menjadi business to government,” ujar noorsy dalam siaran tersebut.
ia menambahkan, kajian hukum penting dilakukan untuk melihat posisi indonesia secara struktural dan fungsional dalam proyek tersebut. sedangkan kajian keuangan dibutuhkan guna menelusuri penyebab pembengkakan biaya (cost overrun) yang dinilainya terlalu besar.
“argumen pemerintah sebagian bisa diterima, tapi sebagian tidak. misalnya soal tanah di purwakarta yang labil dan panjangnya jembatan cisomang. namun pembengkakan biayanya luar biasa,” jelasnya.
noorsy juga menyoroti bahwa kebijakan pembangunan yang tidak diaudit secara terbuka berpotensi merugikan kepentingan publik. karena proyek ini menggunakan dana negara dan menyangkut pelayanan publik, menurutnya pemerintah tidak memiliki alasan untuk menutupi data maupun proses audit.
“kalau pemerintah tidak mau membuka hasil audit, artinya ada persoalan besar dalam kebijakan pembangunan ini,” tegasnya.
lebih lanjut, noorsy menilai bahwa pola kerja sama seperti proyek kereta cepat menunjukkan lemahnya perlindungan negara terhadap kepentingan ekonomi nasional. ia mengingatkan bahwa bentuk ketergantungan terhadap investasi asing yang tidak terkontrol bisa menjadi penjajahan ekonomi gaya baru, mirip seperti masa voc, hanya saja kini melalui jalur investasi dan kontrak kerja sama.
“bukan lagi lewat kekuasaan politik, tapi lewat investasi dan kesepakatan ekonomi yang merugikan bangsa sendiri,” pungkas noorsy.