Debat Pilpres Terjebak dalam Euforia Suporter: Pertandingan atau Adu Gagasan yang Meyakinkan?

Jakarta, Rasilnews – Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi AnggrainiDebat Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden untuk Pemilihan Presiden 2024 telah mencapai puncaknya dengan euforia suporter dan pertarungan gagasan yang intens. Fokus debat pada gagasan dan presentasi program terkait persoalan bangsa menjadi sorotan utama, namun munculnya euforia suporter turut memengaruhi dinamika proses debat.

Dalam kurun waktu 120 menit, calon pemimpin dituntut untuk mempresentasikan gagasan dan program prioritas mereka terkait kompleksitas Indonesia yang ditandai oleh populasi yang sangat besar. Dalam konteks ini, pemimpin diharapkan memahami dan menawarkan solusi konkret terhadap berbagai persoalan nasional.

Titi memberikan pandangannya, “Debat adalah waktu yang terbatas, tetapi menjadi kesempatan bagi calon pemimpin untuk menonjolkan gagasan dan program prioritas mereka. Meskipun 120 menit tidak cukup untuk menjawab semua persoalan, namun inilah tantangan seorang pemimpin untuk memiliki prioritas yang jelas,” ujarnya dalam Dialog Topik Berita Radio Silaturahim.

Anggota Dewan Pembina PERLUDEM ini menyayangkan, jika dalam debat kemarin, euforia suporter tampaknya telah menciptakan dinamika yang lebih mirip pertandingan daripada adu gagasan yang meyakinkan. Hal ini menciptakan pro dan kontra, karena beberapa pihak berpendapat bahwa debat seharusnya lebih difokuskan pada esensi gagasan dan program.

Dirinya menambahkan, “Kita perlu mempertahankan martabat dan marwah debat. Ini bukan pertandingan, melainkan ajang untuk menilai dan memahami visi serta program pemimpin potensial.”

Ilustrasi perbandingan dengan negara lain, seperti Filipina, yang menerapkan debat tanpa suporter, memberikan pandangan bahwa pendekatan tersebut dapat mengurangi risiko provokasi dan lebih memfokuskan debat pada substansi.

Sementara KPU berupaya memberikan pengalaman separtisipatif mungkin bagi tim, namun bagi Titi, dirinya lebih menekankan bahwa konsistensi dan ketenangan dalam debat lebih penting. “Biarkan masyarakat menilai secara proporsional dan fokus pada gagasan serta program yang ditawarkan, bukan pada euforia suporter,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *