Eks Penasihat KPK: Tambang RI Dikuasai Oligarki dan Asing

Bekasi, Rasilnews – Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua menyebut tambang di Indonesia dikuasai oligarki. Hal ini membuat penduduk asli daerah lokasi tambang tersebut tidak menikmati hasilnya.

Abdullah mengatakan, salah satu sebab adanya mafia tambang di negeri ini dikarenakan pemerintah memberikan karpet merah bagi pekerja asing. Kemudian karena adanya praktik korupsi dalam pengelolaan tambang tersebut.

“Bagaimana pemerintah memberikan karpet merah pada tenaga asing masuk sehingga penduduk asli menganggur, tidak ada pekerjaan. Tambang-tambang itu seharusnya sudah kembali menjadi milik negara tapi karena adanya korupsi sehingga dikuasai oleh oligarki tertentu,” ujar Abdullah dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahim AM 720Khz, Bekasi pada Jumat (2/12) pagi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut korupsi yang terjadi di sektor pertambangan sangat banyak jumlahnya.

“Korupsi sektor pertambangan memang luar biasa,” dikutip dari cuitan akun Twitter Mahfud MD, Selasa (8/11).

Menurut Abdullah, maksud pernyataan Mahfud MD itu ialah tambang Indonesia tidak dimiliki oleh negara secara penuh sehingga tidak bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia karena sudah dikuasai oligarki.

“Itu yang dimaksud Mahfud MD, bahwa kongkalikong soal minerba, tambang itu luar biasa, dan tidak bisa dimiliki oleh rakyat, oleh APBN karena dikuasai oligarki,” ujar mantan Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN) itu.

Oleh karena itu, sambung Abdullah, UU Minerba yang saat ini digunakan, yaitu UU nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) harus ditinjau kembali.

UU tersebut diketahui banyak menuai kritik bahkan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa kali. Pemerintah kemudian berencana melakukan perubahan pada UU Minerba dan seharusnya selesai tahun ini, tapi kemudian ditunda hingga 30 tahun.

“Kita tahu banwa UU Minerba seharusnya tahun ini selesai tapi karena tahun kemarin memanfaatkan situasi Covid-19, rapat secara online, disahkan UU Minerba 30 tahun lagi. Padahal kita tahu, minyak bumi kita 2030 habis kecuali kalau dapat sumur baru,” jelas Abdullah.

Sementara stok batu bara, lanjutnya, masih cukup aman dan nilai ekspornya pun bagus. Namun, ekspor batu bara ini dijalankan oleh pihak swasta sehingga negara hanya mendapat untung dari pajaknya saja.

“Batu bara kita masih 40 tahun cadangannya dan ekspornya bagus. Tapi ternyata ekspor itu bukan dari pemerintah tapi swasta. Jadi untung besar, harga mahal tapi tidak masuk negara karena itu perusahaan, pemerintah cuma dapat pajaknya saja” tuturnya.

Abdullah lalu membandingkannya dengan pertambangan di Negeri Jiran. Di Malaysia, keuntungan dari tambang bahkan lebih banyak dinikmati oleh penduduk daerah sekitaran lokasi tambang.

“Di Malaysia ada dua daerah tambang minyak hasilnya 60 persen untuk daerah, 40 untuk pusat. Kalau kita kan terbalik, semua di pusat baru dibagi ke daerah tapi kemudian ada yang bocor di jalan, diselewengkan, sehingga menetes di daerah sangat kecil sekali,” jelasnya.

Belakangan, pembahasan terkait mafia tambang tengah kembali diperbincangkan usai gaduh video Ismail Bolong yang mengungkap ada uang setoran untuk Kabareskim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan akan menggandeng KPK untuk mengungkap kasus mafia tambang.

“Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain,” kata Mahfud melalui pesan singkat, Ahad (6/11).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *