Kemenag: Tingkatkan Kompetensi Amil Agar Filantropi Islam Tetap Dipercaya

Jakarta, Rasilnews – Kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama, Muhibuddin mengingatkan kepada seluruh lembaga filantropi Islam untuk meningkatkan kompetensi amilnya, agar tetap mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

“Kalau kita bicara apakah filantropi Islam kita ini masih dapat dipercaya? Saya kira bagaimana pula kita meningkatkan kapasitas amil, agar kepercayaan itu yazdat wa yazdat wa yazdat (bertambah terus), tidak yankus wa yankus (berkurang),” ucap Muhibuddin dalam acara Seminar Sehari yang digelar di Kantor Berita Republika, Jakarta Selatan pada Kamis (14/7).

“Oleh karena itu, kompetensi amil, kapasitas amil ini sangat menentukan bagaimana organisasi pengelola zakat kita lebih baik dan lebih baik,” sambungnya.

Berdasarkan data Kementerian Agama, total amil zakat di seluruh Indonesia berjumlah 10.563. Menurut Muhibuddin, pihaknya sedang mengajukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk menguji kompetensi amil, sehingga para amil bisa meningkatkan pengelolaan zakat.

Dalam seminar yang mengusung tema “Masihkah Filantropi Islam Bisa Dipercaya?” itu, Muhibuddin secara rinci memaparkan tentang struktur pengelolaan zakat dan wakaf. Ia juga menyinggung soal pentingnya mentaati regulasi tentang zakat yang berkaitan dengan pengawasan. Dalam Undang-Undang Zakat, kata dia, pengawasan untuk audit diserahkan kepada Kantor Akuntan Publik (KAP). Sedangkan audit syariahnya diserahkan kepada Kementerian Agama, khususnya di Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat.

Selanjutnya, ia menyarankan agar masyarakat juga diberikan porsi oleh UUD untuk memberikan pengawasan terhadap pengelolaan zakat, termasuk lembaga pers.

Muhibuddin menambahkan, dalam regulasi tidak hanya mengatur tentang zakat saja, tapi juga tentang infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya (DSKL). Namun, menurutnya, masyarakat belum memahami bahwa perolehan amil dalam konteks zakat berbeda dengan infak, sedekah, dan DSKL.

Dalam konteks zakat, menurut dia, telah diatur secara syariat bahwa hak amil sebesar 12,5 persen. Sedangkan dalam konteks infaq sedekah dan DSKL bisa mengambil sebanyak 20 persen.

“Kalau infak sedekah dan DSKL ini dalam regulasi kita membolehkan amil untuk mengambil dana operasional sebesar 20 persen,” paparnya.

Dalam acara seminar yang diselenggarakan secara luring dan daring itu, Republika turut mengundang perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), BAZNAS, Kemenag sebagai narasumber, serta Forum Zakat, asosiasi pecahan forum zakat, termasuk Yayasan aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai pesertanya. Ini merupakan bagian dari usaha untuk mencegah isu ACT berdampak pada lembaga filantropi lainnya dan menginformasikan kepada masyarakat bahwa apa yang telah dilakukan lembaga zakat dan lembaga filantropi telah memberikan dampak yang luar biasa kepada masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *