Mengenang Pahlawan Jawa Barat KH Abdul Chalim

Jakarta, RasilNews – Memperingati Hari Pahlawan dilakukan setiap Tanggal 10 November yang bertujuan untuk menghormati kontribusi besar para pahlawan dalam memperjuangkan dan mempertahankan nilai-nilai serta identitas bangsa. Rakyat Indonesia dapat hidup bebas dan terhindar dari perbudakan serta kesengsaraan yang menyertainya. Sehingga Indonesia dapat berdiri menjadi negara kesatuan yang diakui oleh negara lainnya.

Salah satu pahlawan besar di Jawa Barat yaitu KH Abdul Chalim putra Pangeran Cirebon sekaligus keturunan Sunan Gunung Jati yang sudah mendalami pendidikan agama dari usia remaja. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah H I S (Hollandsch Inlandsche School), Ia belajar di beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh, di antaranya Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya, dan Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar. Hingga tahun 1913, ia melanjutkan pendidikannya di Makkah.

KH Abdul Chalim adalah salah satu seorang pelopor kemerdekaan Indonesia yang bertugas untuk menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang telah dirintis oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yaitu Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon.

Sepulangnya belajar dari Makkah, ia bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah mulai membikin gerakan Nahdlatul Wathan dan berubah menjadi Syubbanul Wathon. Mereka kemudian membentuk Komite Hijaz. Tujuannya untuk mengumpulkan para ulama di Jawa dan Madura dalam sebuah organisasi dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

KH Abdul Chalim menulis surat undangan kepada seluruh ulama pesantren di Jawa dan Madura untuk hadir pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz pada 31 Januari 1926. Isi surat yang menekankan pada tujuan kemerdekaan Indonesia mendapat respon yang luar biasa dari para ulama sehingga sebanyak 65 ulama hadir dalam pertemuan tersebut.

Karena semangat dan pejuangannya, KH Abdul Chalim dikenal sebagai Muharrikul Afkar yang artinya penggerak dan pembangkit semangat perjuangan. Ia juga pernah mendapat sebutan “Mushlikhu Dzatil Bain” (pendamai dari kedua pihak yang berselisih) karena sering mendamaikan para ulama yang bersitegang. Ia juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

KH Abdul Chalim wafat pada 11 April 1972 M. yang dimakamkan di Kompleks Pesantren Sabilul Chalim di Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka Jawa Barat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *