Optimisme Ahok di Tengah Krisis: “Indonesia Tidak Baik, Tapi Masih Ada Harapan”

Jakarta, Rasilnews — Dalam sebuah wawancara podcast yang tayang di kanal YouTube Raymond Chin pada 4 Agustus 2025 dan telah ditonton lebih dari 712 ribu kali, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyampaikan kritik tajam terhadap kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Meski menyebut situasi “sangat tidak baik”, ia tetap menaruh harapan akan perubahan.

“Berbahaya untuk orang yang waras tahu situasi,” ujar Ahok, menggambarkan betapa kompleks dan seriusnya masalah yang dihadapi bangsa ini.

Dalam perbincangan yang berlangsung santai namun penuh substansi itu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengupas persoalan struktural yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya dari sisi iklim usaha dan industri.

Ahok menyoroti ketidakstabilan politik dan hukum sebagai penghalang utama bagi investasi asing. Ia menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang pengusaha di bandara yang lebih memilih membangun pabrik di Vietnam ketimbang Indonesia, karena proses perizinan di sana jauh lebih cepat dan bebas dari premanisme.

“Kalau iklim hukum dan kepastian nggak ada, mana ada investor mau datang?” katanya tegas.

Menurut Ahok, Indonesia membutuhkan masuknya investasi asing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan, bukan hanya ekonomi konsumtif.

Ahok juga mengkritik ketimpangan dalam struktur industri nasional. Ia menilai pemerintah harus berani melakukan intervensi agar biaya produksi bisa ditekan dan industri lokal tidak selalu kalah saing. Menurutnya, skala produksi Indonesia terlalu kecil dibanding Tiongkok, sehingga banyak industri dalam negeri tumbang.

Lebih mengejutkan, Ahok secara blak-blakan menyatakan keinginan untuk menjadi Direktur Jenderal Bea Cukai— bukan untuk menaikkan tarif impor, tapi untuk memperkuat regulasi yang ada. Ia mencontohkan bagaimana barang-barang impor yang tidak lolos standar, seperti plastik yang tak memenuhi aturan BPOM, harus ditahan lebih lama di pelabuhan.

“Kalau kita tahan, pengimpor akan ogah impor lagi. Mereka akhirnya akan cari produk dalam negeri. Industri kita yang hidup,” jelasnya.

Langkah ini, menurutnya, bukan semata kebijakan proteksionis, tapi strategi realistis untuk menggerakkan roda produksi lokal dan meningkatkan upah buruh secara alami.

Meski tajam mengkritik kondisi, Ahok tetap menyimpan optimisme terhadap masa depan Indonesia. Ia percaya perubahan hanya bisa terjadi jika ada kesadaran kolektif—baik dari pemerintah maupun masyarakat.

“Masa depan itu ada, asal kita semua eling (sadar),” tegasnya.

Ia mendorong masyarakat, terutama pelaku usaha, untuk tidak apatis terhadap situasi politik dan pemerintahan. Pemerintah, menurutnya, harus menjadi fasilitator yang mendorong kemudahan, bukan menyulitkan. Ia mencontohkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang ia dirikan semasa menjabat sebagai gubernur, yang menurutnya idealnya berfungsi layaknya “biro jasa yang baik hati” untuk melayani rakyat.

Ahok tidak hanya menawarkan kritik, tapi juga solusi. Ia percaya bahwa Indonesia memiliki potensi besar, asalkan dipimpin oleh sistem yang bersih, berani, dan berpihak pada rakyat.

Wawancaranya bersama Raymond Chin bukan hanya sekadar curhat politik, melainkan seruan untuk refleksi nasional. Di tengah krisis kepercayaan dan tantangan ekonomi global, Ahok mengajak bangsa ini untuk tidak menyerah, tapi bangkit bersama dengan kesadaran, keberanian, dan tekad untuk berubah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *