Selain Dokter Bedah, MER-C Rencanakan Kirim Tim Trauma Healing ke Turkiye

Jakarta, Rasilnews – Lembaga kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) berencana akan mengirimkan Tim Trauma Healing untuk mendampingi para penyintas gempa Turkiye yang mengalami trauma psikis.

Hal itu disampaikan Presidium MER-C, dr. Yogi Prabowo kepada wartawan setelah konferensi pers di Gedung MER-C, Jakarta Pusat, Rabu (8/2/2023).

Yogi mengungkapkan, sebelum Tim Trauma Healing, MER-C lebih dulu akan memberangkatkan Tim Bedah yang terdiri dari Dokter Spesialis Bedah Orthopedi, Dokter Anastesi, Dokter Umum, Perawat Bedah, dan Perawat.

Tim Bedah yang dikirim ke Turkiye itu sekitar enam hingga delapan orang dan akan berangkat pada Sabtu (11/2/2023).

Sementara untuk Tim Trauma Healing, Yogi mengatakan, kemungkinan akan dikirim pada pemberangkatan relawan di babak selanjutnya.

“Dalam ilmu kebencanaan, sebenarnya tim ini (Tim Trauma Healing) perlu berangkat di awal-awal tapi karena situasi sekarang masih pencarian maka Tim Medis lebih dulu. Jadi mungkin berikutnya akan dikirimkan tim trauma healing karena banyak warga yang takut, anak-anak takut pulang ke rumah. Maka itu perlu pendampingan,” ujar dokter spesialis bedah orthopedi itu.

Lebih lanjut, Yogi mengatakan, bahasa menjadi salah satu kendala mereka untuk menerjunkan relawan MER-C ke Turkiye. Pasalnya, warga negara tersebut lebih sering menggunakan bahasa daerahnya dan kurang mahir berbahasa internasional seperti bahasa Inggris.

Dalam kesempatan yang sama, Presidium MER-C, Ir. Faried Thalib menyampaikan, Tim Bedah yang dikirim ke Turkiye akan bertugas selama dua pekan. Setelah itu, akan kembali ke Indonesia dan diganti dengan tim selanjutnya. Mengingat, bencana alam yang menewaskan ribuan orang itu perlu penanganan yang sangat panjang.

“Minimal dua pekan, jika perlu diperpanjang insya Allah kita perpanjang. Ketika tim pertama berangkat, kita sudah prepare lagi di sini. Karena kita lihat ini (proses penanganan) akan panjang,” kata Faried.

Selain bantuan medis, Faried mengatakan, saat ini yang dibutuhkan oleh para penyintas gempa Turkiye ialah tenda sebagai tempat berteduh yang paling cepat dan mudah.

“Bagaimana supaya para korban minimal punya tempat berteduh sementara, fast track dengan tenda karena itu yang paling cepat,” kata Faried.

“Berdasarkan pantauan di media dan rekan kita di sana, cuaca di sana dingin sekali jadi hunian yang paling cepat kita buat adalah shelter dalam bentuk tenda-tenda,” sambungnya.

Arsitek pempembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina, dan RS Indonesia di Rakhine, Myanmar itu mengungkapkan, saat ini Turkiye sedang menghadapi musim dingin dan badai salju. Sehingga para penyintas gempa sangat membutuhkan tempat berlindung yang hangat.

“Banyak orang yang trauma untuk kembali ke rumah atau tidur di bangunan,” pungkas Komisaris Radio Silaturahim Cibubur itu.

Sebagaimana diketahui, bencana gempa bumi dahsyat dengan magnitudo 7,8 melanda Turkiye bagian selatan, bahkan gempa juga dirasakan hingga ke Suriah dan Lebanon pada Senin (6/2/2023).

Gempa terjadi sekitar pukul 4 dini hari waktu setempat di mana sebagian besar orang masih terlelap, sehingga banyak yang tidak dapat menyelamatkan diri. Hal ini mengakibatkan ribuan warga meninggal dunia dan ribuan lainnya mengalami luka-luka.

Data sementara menyebutkan, sampai dengan Rabu (8/2/2023), jumlah korban tewas akibat gempa telah mencapai angka 7.926 orang. Dengan rincian, sebanyak 5.894 korban tewas di Turkiye dan sisanya sebanyak 2.032 korban tewas di Suriah.

Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah seiring masih banyaknya warga yang tertimbun reruntuhan bangunan, menunggu proses evakuasi dan pertolongan.

Besarnya kekuatan gempa dan dampak kerusakan yang ditimbulkan menjadikan bencana ini sebagai bencana terbesar dalam satu abad terakhir yang melanda Turkiye, setelah gempa bumi Erzincan pada tahun 1939 yang diperkirakan menewaskan 33,000 orang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *