Kemenag Terbitkan Aturan Toa Masjid, Ichsanuddin Noorsy: Tidak Sesuai Norma Sosiologis
Cibubur, Rasilnews – Pengamat Politik Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy mengkritik aturan baru yang diterbitkan Kementrian Agama (Kemenag) terkait pengeras suara atau toa masjid dan mushola. Ichsanuddin menyebut aturan itu tidak sejalan dengan norma-norma sosiologis.
“Untuk eksternal, untuk non-muslim jika memang kebiasaannya sudah lama begitu (masjid menggunakan pengeras suara) dan masjid lebih dulu ada di situ ya Anda mesti terima. Jika tidak, ya berarti aturan itu melanggar nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, itu yang dibilang aturan tadi tidak mengandalkan norma sosiologis,” kata Ichsanuddin dalam wawancara Topik Berita Radio Silaturahmi AM 720Khz edisi Selasa (22/2).
Ia menyebut, yuridis sosiologis dari aturan Kemenag itu tidaklah kuat. Ia menjelaskan, suatu ketentuan yang yuridis sosiologisnya tidak kuat pasti akan bertentangan dengan yuridis filosofis. Sehingga yuridis normatif dari aturan tersebut hanya sekadar menunjukkan kekuasaan, dan di situ hukum menjadi buta.
Selain itu, Ichsanuddin juga mengkritik pihak masjid agar memperbaiki kualitas pengeras suara masjid. Menurutnya, beberapa masjid memiliki pengeras suara yang begitu kencang tetapi tidak jernih.
“Kritik internal, masjid memperbaiki kualitas speakernya. Karena banyak yang suaranya gede tapi nggak jernih jadi nggak jelas. Ini diperbaiki,” kata Ichsanuddin.
Sebagai informasi, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara atau toa di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Surat edaran itu terbit pada 18 Februari 2022, ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.
Salah satu aturan yang tertuang dalam edaran tersebut ialah penggunaan volume pengeras suara harus sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).