Selasa, 26 Rabiul Akhir 1446 H/ 29 Oktober 2024
Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
Salah satu ajaran Islam yang menjadi benteng kehormatan, kunci kedamaian dan kestabilan kehidupan adalah jihad. Jihad di jalan Allah SWT merupakan ajaran mulia nan agung untuk umat Nabi Muhammad ﷺ. Dengan jihad, marwah kaum muslimin terlindungi. Dengan jihad, keselamatan umat Islam lebih terjamin. Dengan jihad, musuh-musuh yang ingin merusak dan memporak-porandakan umat akan berpikir seribu kali untuk melakukannya.
Secara bahasa jihad adalah mencurahkan segala kemampuan dan kekuatan. Secara syariat jihad adalah mencurahkan segala daya atau kekuatan untuk melawan musuh-musuh Islam dan memerangi mereka, baik secara langsung atau membantu kaum muslimin dengan harta, pikiran, mau pun perbekalan. Jihad bukan aktivitas jahat. Jihad bukan perbuatan barbar seperti digambarkan oleh Barat dan sekutunya selama ini. Jihad bukan perbuatan terorisme. Ada aturan ketat dan tata cara dalam mengamalkannya. Karena itu, umat Islam tidak boleh alergi apalagi ikut-ikutan memandang jihad dengan sebelah mata.
Di Palestina bumi para nabi, saat ini jihad dikumandangkan oleh para mujahid yang mendambakan kemerdekaan dari kolonial Zionis ‘Israel’. Salah satu tokoh mujahid itu adalah Abu Ibrahim Yahya as-Sinwar. Inilah sosok yang sangat ditakuti pasukan teroris ‘Israel’ dan sekutunya. Perawakannya tidak terlalu tinggi. Tatapan matanya tajam. Tubuhnya tidak besar. Tapi keberaniannya tidak diragukan. Beliau seorang mujahid. Beliau seorang pemenang bukan pecundang. Kemangkatan Yahya Sinwar di tangan teroris ‘Israel’, beberapa waktu lalu, menjadi kisah yang melegenda.
Rekaman detik-detik ketika ia akan dibunuh oleh pasukan teroris, justru mengilhami para pejuang di seluruh dunia tentang perjuangan sampai titik darah penghabisan. Yahya Sinwar tidak sendirian. Sederet nama para mujahid di Palestina telah terukir dengan tinta emas. Syaikh Izzuddin al-Qassam, Syaikh Ahmad Yasin, Yahya Ayyash, Abdul Aziz ar-Rantisi, Ismail Haniya, adalah sedikit dari sekian pemimpin perlawanan yang wafat di tangan pasukan penjajah.
Mereka bukan teroris. Mereka adalah pengamal jihad untuk membela agama, situs-situs suci Baitul Maqdis, dan tanah airnya. Sama sekali jauh dari vonis sebagai teroris. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari dengan resolusi jihadnya yang kita peringati tiap tanggal 22 Oktober. Kalau vonis sebagai teroris dilekatkan pada umat Islam yang berjuang membela agama, kehormatan, harta, nyawa, dan tanah airnya, lalu sebutan apa yang pantas bagi ‘Israel’, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, dan blok barat yang menumpahkan begitu banyak darah kaum muslimin?
Di Afghanistan, invasi Amerika Serikat dan sekutunya telah menewaskan ribuan umat Islam. Di Irak, invasi Amerika Serikat dan sekutunya juga telah merenggut puluhan ribu nyawa umat Islam. Siapa yang sebenarnya teroris itu? Di Palestina, sejak 70 tahun lebih tidak terhitung jumlah nyawa rakyat Palestina yang dihilangkan oleh tangan-tangan najis nan kotor ‘Israel’, dibantu oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Siapakah yang teroris?
Jika memperjuangkan hak kemerdekaan dituduh sebagai teroris, mau kita sebut apa para pahlawan kita di tanah air? Ada Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Pangeran Antasari, KH. Hasyim Asy’ari, Habib Salim bin Jindan dan ratusan bahkan ribuan pahlawan di negeri kita, apakah mereka teroris karena mereka berjuang dalam tarikan nafas yang sama dengan pejuang Palestina Apakah mereka teroris karena melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda, Jepang, dan pasukan sekutu?
Ada banyak keutamaan dalam amal jihad. Pertama, sebagai bentuk melaksanakan perintah Allah SWT. Ada banyak ayat Alquran yang berisi perintah untuk berjihad. Salah satu diantaranya; “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah: 190)
Kedua, jihad merupakan salah amal perbuatan yang paling mulia di sisi Allah. Sayidina Abdullah bin Mas’ud berkata: Wahai Rasulullah, amal perbuatan apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” Beliau menjawab, ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, ‘Berbuat baik kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’ (HR. Bukhari-Muslim).
Ketiga, berjihad mendatangkan keuntungan dalam segala hal, baik di masa hidup atau pun matinya. Hal ini ditegaskan oleh seorang ulama Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam bukunya al-Jihad fil Islam (Jihad dalam Islam). Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang di jalan Allah. Dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan maka akan Kami berikan pahala yang besar kepadanya.” (QS. An-Nisaa: 74).
Akhirnya, seorang mukmin yang mencurahkan segala kemampuan dan kekuatannya di jalan Allah, berdakwah, dan berjihad, adalah orang yang beruntung, dalam kondisi apa pun. Sedangkan orang-orang kafir seperti tentara-tentara Zionis ‘Israel’ itu, dalam kondisi apa pun pasti merugi.
Wallahu ‘alam bi shawab