Kritik Tegas Dewan Pers terhadap Revisi RUU Penyiaran: Ancaman Terhadap Kemerdekaan Pers

Jakarta, Rasilnews – Dewan Pers menegaskan penolakan terhadap draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran, dalam sebuah konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jl. Kebon Sirih, Jakarta, pada Selasa, 14 Mei 2024.

RUU Penyiaran yang diinisiasi oleh DPR dan diusulkan sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, disorot oleh Dewan Pers karena dianggap bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers, menyatakan bahwa sementara revisi undang-undang adalah hal biasa, Dewan Pers mengkritik beberapa pasal dalam RUU tersebut yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UU Pers.

Ninik menyoroti beberapa poin kunci, termasuk upaya untuk membedakan produk jurnalistik berdasarkan platform penyiarannya, serta kewenangan Dewan Pers dalam menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang diragukan dalam RUU tersebut.

Dewan Pers juga menyoroti larangan terhadap jurnalisme investigasi dan sensor berita yang dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan pers dan hak asasi manusia.

Sebagai respons atas ketidaksesuaian tersebut, Dewan Pers bersama konstituennya menuntut penundaan revisi RUU Penyiaran dan memastikan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat dalam proses pembuatannya.

Dikutip dari siaran pers, Dewan Pers bersama konstituen menolak revisi RUU Penyiaran ini karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemerdekaan pers. Adapun hal-hal yang menjadi perhatian Dewan Pers adalah sebagai berikut:

Pertama. Dalam draf RUU Penyiaran ada upaya untuk membedakan antara produk jurnalistik oleh media massa konvensional dengan produk serupa oleh media yang menggunakan frekuensi telekomunikasi. Dalam pasal 1 UU Pers dijelaskan, bahwa penyampaian informasi dari kegiatan jurnalistik dilakukan dalam bentuk media cetak, elektronik, dan semua saluran yang ada. Di sini jelas tidak ada pembedaan antara produk jurnalistik satu platform dengan platform lainnya.

Kedua. Pada pasal 15 ayat (2) huruf c disebutkan fungsi Dewan Pers yang antara lain menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dengan demikian, sesuai UU Pers, tidak ada lembaga lain yang berfungsi serta memiliki kewenangan untuk menetapkan dan mengawasi KEJ. Sedangkan di pasal yang sama huruf d UU Pers menyatakan, fungsi Dewan Pers memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

Ketiga. Draf RUU Penyiaran menyebutkan ditempuhnya mediasi (oleh KPI) jika terjadi sengketa. Itu hanya mungkin dilaksanakan untuk siaran nonberita. Jika dilakukan juga mediasi untuk sengketa pemberitaaan, maka hal ini seolah menafikan keberadaan pasal 15 ayat (2) tersebut, khususnya huruf c dan d UU Pers.

Keempat. Larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran juga bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers yang menyatakan, bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran. Dampak lainnya, larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers. Padahal jelas tertera dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. SIARAN PERS NO. 4/SP/DP/5/2024 Tentang Dewan Pers: Revisi RUU Penyiaran Ancam Kemerdekaan Pers

Kelima. Peniadaan sensor pemuatan berita itu buah dari reformasi. Pers dan masyarakat menghendaki kemerdekaan dalam pemberitaan, sesuai dengan kaidah jurnalistik dan koridor lain yang menuntut tanggung jawab pers. Sangat disayangkan jika kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi itu kembali ditarik mundur dalam kehidupan berbangsa yang seyogianya semakin demokratis.

Keenam. Pada dasarnya pers bekerja bukan untuk diri sendiri atau institusi tempatnya bekerja. Pers bekerja dan menghasilkan karya jurnalistik untuk memenuhi hak publik dalam mendapatkan informasi. Sedangkan hak publik untuk memperoleh informasi adalah hak asasi manusia yang sangat hakiki. Oleh sebab itu, larangan menyiarkan sebuah karya jurnalistik jelas bertentangan dengan hak asasi manusia.

Ketujuh. Poin-poin di atas mendasari Dewan Pers untuk mengajukan keberatan atau menyampaikan masukan terhadap beberapa pasal dalam draf RUU Penyiaran agar tidak tumpang-tindih atau bahkan kontradiktif dengan UU Pers. Dewan Pers juga telah menggelar rapat bersama seluruh konstituen dan sepakat untuk meminta penundaan revisi RUU Penyiaran dan memastikan pelibatan masyarakat yang lebih luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *