Pak Jokowi Carilah Lailatul Qadar
Oleh : Abdullah Hehamahua
Hari ini, saya memasuki hari ke-25 shaum Ramadhan. Kalau pak Jokowi dengan kabinetnya, baru masuk hari ke 24. Saya in syaa Allah akan shalat idul fitri, tanggal 2 Mei. Jadi, saya shaum Ramadhan tahun ini, 30 hari. Pak Jokowi, shaumnya hanya 29 hari. Maknanya, kita lebaran pada hari yang sama, 2 Mei. Kalau pak Jokowi lebarannya tanggal 3 Mei supaya shaumnya 30 hari, malulah sama anak-anak SD. Sebab, pada 3 Mei itu, anak bulan sudah besar.
Jika kita berbeda dalam memulai shaum Ramadhan maka perolehan Lailatul Qadar juga berbeda. Sebab, menurut Nabi Muhammad SAW, Lailatul Qadar berada pada malam-malam ganjil, 10 hari terakhir ramadhan. Jadi, tanggal 24, 26, 28, dan 30 April adalah malam-malam ganjil di mana saya berpeluang memeroleh malam Lailatul Qadar tersebut. Pak Jokowi tidak memerolehnya. Sebab, tanggal-tanggal tersebut merupakan malam-malam genap untuk pak Jokowi. Tanggal 25, 27, dan 29 April, peluang pak Jokowi untuk memeroleh malam Lailatul Qadar. Saya tidak memperolehnya. Sebab, tanggal-tanggal tersebut, tergolong malam genap bagi saya. Maknanya, baik saya maupun pak Jokowi, sama-sama tidak berpeluang memeroleh Lailatul Qadar.
Itulah sebabnya, Allah SWT merahasiakan, kapan persisnya Lailatul Qadar. Jadi, gimana memeroleh Lailatul Qadar. Ya, sederhana sekali caranya. Jangan absen sehari pun beribadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Berarti, mendapatkan Lailatul Qadar, tidak serumit rekayasa masa jabatan presiden tiga periode. Tidak pula serumit drama larangan ekspor batubara, minyak goreng, dan solar. Sebab, Menteri Perdagangan sendiri mengaku sukar memberantas mafia minyak goreng. Pak Jokowi pun ‘sami mawon’, sukar memberantas hal tersebut. Sebab, menurut rumput yang bergoyang di medsos, tanpa mereka, pak Jokowi tidak bisa menjadi presiden.
Apa Itu Lailatul Qadar ?
Lailatul Qadar secara bahasa terdiri dari dua kata: Lail dan Qadr. Lail berarti malam hari. Qadr dalam kontek ini berarti kemuliaan. Jadi, Lailatul Qadar bermakna, malam kemudiaan. Hal ini dapat dilihat dalam ayat: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rµh (Jibril) dengan izin Rabb-nya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar (QS Al Qadr: 1-5).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, “Banyak malaikat yang akan turun pada Lailatul Qadar karena banyaknya berkah pada malam tersebut. Karena sekali lagi, turunnya malaikat menandakan turunnya berkah dan rahmat. Sebagaimana malaikat turun ketika ada yang membacakan Al-Qur’an, mereka akan mengitari orang-orang yang berada dalam majelis dzikir (majelis ilmu). Dan malaikat akan meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena malaikat sangat mengagungkan mereka. Adapun “ar-ruh” ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah malaikat Jibril”
Simpulannya, adalah malam kemuliaan di mana para malaikat turun membawa rahmat sambil memayungi hamba-hamba yang ikhlas beribadah dengan sayap-sayap mereka. Malam itu setara dengan seribu bulan sehingga bukan hanya alam, tapi juga setiap insan yang muttaqin memeroleh ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan, dunia dan akhirat.
Kapan Lailatul Qadar ?
Peristiwa Lailatul Qadar itu terjadi pada malam-malam ganjil, sepuluh malam terakhir Ramadhan seperti dikemukakan Nabi Muhammad SAW: Sungguh aku diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian aku dilupakan –atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil. (Muttafaq ‘alaih). Hal ini diperkuat Riwayat Aisyah, isteri Rasulullah SAW yang mengatakan: ” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan dia bersabda, yang artinya: “Carilah malam Lailatulqadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadan” (HR Bukhari dan Muslim).
Simpulannya, pak Jokowi dan saya harus menyemarakkan 10 hari terakhir Ramadhan dengan shalat, zikir, membaca Qur’an, tahajjud, sedekah, dan ittikaf di masjid atau mushallah.
Tanda-tanda Lailatul Qadar
Tanda-tanda hadirnya malam Lailatul Qadar, menurut Rasulullah SAW dapat dilihat dari empat suasana: Pertama: “Matahari terbit pada pagi hari (yang malamnya merupakan malam Lailatul Qadar) tanpa cahaya yang menyilaukan. Ini seakan-akan seperti belanga hingga meninggi.” (HR Muslim).
Kedua: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Kami pernah berdiskusi tentang Lailatul Qadar di sisi Rasulullah SAW. Kemudian beliau SAW bersabda, “Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR Muslim).
Ketiga: “Ini (Lailatul Qadar) adalah malam yang cerah. Tidak panas maupun dingin. Kemudian, di pagi harinya (setelah melewati Lailatul Qadar), matahari bersinar dengan warna merah yang lemah.” (HR Ibnu Huzaimah).
Keempat: “Lailatul Qadar ialah malam yang tenang. Tidak panas dan tidak pula dingin. Tidak ada mendung, hujan dan angin. Juga tidak ada bintang yang dilemparkan.” (HR Ath-Thabrani).
Simpulannya, ketika malam Lailatul Qadar, bulan waktu itu berbentuk separuh nampan. Malamnya cerah dan tidak panas maupun dingin. Tidak ada mendung, hujan, dan angin. Bahkan, tidak ada bintang terlempar. Pagi harinya, matahari bersinar dengan warna merah dan lemah serta tidak menyilaukan mata.
Tanda Mendapat Lailatul Qadar
Pak Jokowi, saya, dan pembaca muslim/muslimah, jika mau mendapat Lailatul Qadar, shalatlah dengan ikhlas pada malam itu, sesuai dengan sabdanya: “Barangsiapa melaksanakan sholat pada malam Lailatul Qadar karena didasari iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Bukhari).
Shalat adalah amalan yang pertama dihisab di akhirat. Jadi, seluruh pembangunan infra struktur, BLT, kartu pintar, kartu sehat dan kartu-kartu lain yang dilakukan pak Jokowi selama tujuh tahun ini, tidak dihitung jika shalatnya bermasalah. Ya, saya pernah lihat di teve, pak Jokowi shalat. Bahkan, pernah menjadi imam, sesuatu yang tidak pernah dilakukan presiden-presiden sebelumnya, sekalipun keislaman mereka lebih tinggi dari pak Jokowi. Namun, jika diperhatikan dengan teliti, shalatnya tersebut akan membawa pak Jokowi ke neraka. Sebab, Allah SWT berfirman: Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya, yang berbuat ria (QS Al Ma’un: 4-6). Jika shalat pak Jokowi benar, maka tidak ada kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang merugikan rakyat, khususnya umat Islam, Pemilik negeri ini. Hal ini sesuai firman Allah SWT: “… Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar…”(QS Al Ankabut: 45).
Fakta di lapangan, banyak terjadi kemungkaran karena kepemimpinan pak Jokowi. Ada UU Minerba yang menguntungkan oligarki dan merugikan rakyat jelata. UU KPK diamandemen yang mengakibatkan korupsi semakin marak karena lembaga anti rasuah ini sudah diamputasi. Hal tersebut dapat dilihat dari fakta, KPK tidak bisa menangkap Harun Masiku. Kasus BLBI, E-KTP, dan proyek Meikarta tidak tuntas penanganannya. Bahkan, anak pak Jokowi yang dilaporkan ke KPK, pun tidak jelas perkembangannya.
UU Ciptakerja memberangus hak-hak pelbagai kalangan di Indonesia. Apalagi, pak Jokowi sangat ambisi dan memaksa dipindahkannya ibu kota ke Kalimantan Timur yang akan menghabiskan sekitar 500 trilyun dalam kondisi keuangan negara yang sangat tidak sehat. Hal tersebut akan membebankan rakyat karena utang yang menggunung di mana BPK sendiri sudah mengingatkan pak Jokowi. Hal ini tertuang dalam Hasil Reviu atas Kesinambungan Fiskal 2020 yang dirilis BPK dalam IHPS Semester I-2021 di mana utang pemerintah telah melewati batas ketentuan IMF. Bahkan untuk tahun ini saja, pemerintah harus membayar bunga utang sebesar 401 trilyun rupiah. Padahal, Nabi Muhammad SAW mengatakan, “Dosa riba terdiri dari 72 pintu. Dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang Iaki-Iaki yang menzinai ibu kandungnya.” (HR Thabrani).
Jika pak Jokowi membatalkan semua kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang selama ini merugikan rakyat, maka delapan kenikmatan akan diperoleh. Ulama kharismatik Makkah, Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki menyebutkan 8 tanda orang mukmin yang memeroleh Lailatul Qadar, yakni : Hatinya lembut, Mudah menangis, Menyesali dosa-dosa lalu, Merasa malu kepada Allah SWT, Rindu kepada Baginda Rasulullah SAW, Senantiasa merasa tenang dan lapang dada, Bertambah rajin beribadah dan beramal saleh, serta Rindu berjumpa dengan Allah SWT.
Jika delapan nikmat itu diperoleh selepas idul fitri, pak Jokowi dapat meniru apa yang dilakukan Soekarno dan Soeharto, yakni menyerahkan kekuasaannya ke orang lain secara damai. Jika hal tersebut dilakukan, meski tidak sekaliber Soekarno dan Soeharto, pak Jokowi dapat dikenang sebagai bapak pembangunan infrastruktur. Semoga !!! (Depok, 26 April 2022).