“Tajuk Rasil”
Rabu, 23 Dzulqoidah 1443 H/ 23 Juni 2022
Melawan Oligarki
Oleh: Isa Ansori, Kolumnis
Sejarah oligarki bukanlah sesuatu yang baru, karena memang ini berkaitan dengan sejarah perebutan kekuasaan yang dilakonkan oleh manusia. Sebagaimana yang ditulis oleh Percie Neville Ure, Profesor bidang kajian klasik di University of Reading’s didalam bukunya “The Origin of Tyranny”, sejarah awal para tiran dan bagaimana mereka membentuk kekuasaan serta strategi mereka dalam mempertahankan dominasi.
Menurutnya, Awal mula sejarah tiran dimulai abad ke-7 dan ke-6 seiring dengan sejarah perdagangan bangsa Yunani yang menemukan koin logam sebagai alat pembayaran. Dengan alat pembayaran berbentuk koin itulah menjadikan seseorang terikat satu sama lain. Sebagaimana yang dilakukan oleh murid Plato dan Aristoteles bahwa cara untuk memastikan kekuasaan dan pengaruh adalah dengan meminjamkan uang secara rahasia kepada tetangga dengan bunga kecil atau tanpa bunga, ini akan membuat orang akan terikat dengan harta anda.
Sejarah bagaimana para tiran ini menjelma menjadi kumpulan-kumpulan dan menjadi oligarki adalah sebuah peristiwa yang akan selalu berulang. Sebagaimana yang terjadi di perpolitikan Indonesia, bagaimana oligarki berselingkuh dengan kekuasaan yang kemudian menguasai asset-aset negara dan menjarahnya. Dimulai dari memberi bantuan dan pinjaman kepada rakyat atas nama program kerakyatan, yang pada akhirnya rakyat tergantung dan kehilangan daya kritisnya. Disaat yang sama pejabat negara menjalin kerjasama dengan asing atas nama pembangunan, lalu dikucurkannya hutang dengan skema ringan, yang pada akhirnya negara tersandera.
Menumpuknya hutang menjadikan pemerintah dan negara semakin tak berdaya, dan inilah yang membuat para tiran dan Oligarki merajalela. Rakyat menjadi korban dari perbuatan bejat para pejabat.
Sejarah perlawanan terhadap oligarki pernah dicontohkan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia. Ketika Belanda dengan VOC nya menguasai semua sumber daya yang ada, mereka dengan mudah menaklukkan para raja dan menguasainya. Kesadaran untuk bebas dan melawan mulai tumbuh dikalangan bangsa Indonesia, sebagaimana yang dimunculkan oleh Syarikat Dagang Islam yang kelak menjadi Syarikat Islam.
Perjuangan Syarikat Dagang Islam yang didirikan oleh KH. Samanhudi pada 16 Oktober 1905 bertujuan untuk melakukan perlawan terhadap Belanda dengan menggalang kerja sama antara pedagang Islam demi memajukan kesejahteraan pedagang Islam pribumi. Syarikat Dagang Islam menjalankan strategi non kooperatif dengan menciptakan pasar sendiri dan memproduksi sendiri. Dampak dari sikap yang dilakukan oleh Syarikat Dagang Islam saat itu adalah runtuhnya dominasi perdagangan VOC serta perdagangan yang dilakukan oleh Etnis China disektor perekonomian Indonesia.
Ummat Islam dan pribumi adalah pasar besar yang menjadi konsumen sebuah perputaran ekonomi yang dijalankan oligarki dan kroni-kroninya. Sayangnya besarnya umat dan kaum pribumi ini tidak dikelola dan di konsolidasi secara baik, sehingga besarnya mereka menjadi tak berarti kecuali bagi kepentingan oligarki. Membangun kesadaran untuk tidak bergantung kepada oligarki adalah sebuah keniscayaan, sehingga sudah saatnya bagi siapapun yang mencintai negeri ini melakukan upaya pembebasan dari cengkraman oligarki.
Membangun pasar dan memproduksi dengan dimulai dari tetangga dan kelompok terdekat adalah sebuah keniscayaan. Tentu saja tidak bisa itu dijalankan dengan sendiri-sendiri, harus ada kesediaan untuk saling berhimpun dan saling membantu. Sehingga satu sama lain ada keterikatan dan perasaan saling percaya dan bersama. Bukankah kebenaran yang tak terorganisir akan mudah dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisir.
Ada baiknya juga kita melihat bagaimana HOS Tjokroaminoto mengubah nama Syarikat Dagang Islam menjadi Syarikat Islam tahun 1912. Tujuan dari perubahan itu untuk memperluas pasar dan pergerakan, sehingga cakupannya tidak hanya terbatas pada golongan pedagang, tapi ke seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, Syarikat Islam juga bertujuan untuk mengembangkan jiwa dagang dan kesejahteraan masyarakat pribumi, mengembangkan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi, memperbaiki citra Islam dikalangan masyarakat luas, membantu kesulitan yang dialami oleh rakyat. Sehingga perjuangan Syarikat Islam mendapatkan simpati yang cukup luas dari masyarakat Indonesia.
Sudah saatnya bagi siapa pun yang peduli dan cinta NKRI untuk bersama-sama terlibat mulai memutus mata rantai oligarki. Hadir membantu menyelesaikan persoalan rakyat dengan memproduksi dan membangun pasar bersama rakyat. Momentum menjelang pergantian kepemimpinan nasional adalah momentum penting kita semua rakyat Indonesia untuk membebaskan diri dari tirani oligarki. Merebut kepemimpinan nasional bersama calon pemimpin yang melawan oligarki, menjadikan ibu pertiwi tersenyum kembali setelah beberapa lama menangis.
Bersiaplah kearah perubahan Indonesia yang lebih baik dan menyejahterakan dengan menyiapkan perlawanan untuk lepas dari ketergantungan kepada oligarki. Berhimpunan dalam sebuah perlawanan dengan menyiapkan pasar dan memproduksi kebutuhan pasar adalah salah satu bentuk perlawanan rakyat melawan oligarki.
Wallahu a’lam bish shawab