Selasa, 20 Rabiul Akhir 1444 H/ 15 November 2022
Kolom Republika, oleh: Anggi Afriansyah (Peneliti Sosiologi Pendidikan di BRIN)
Tajuk Republika 7 November 2022 berjudul “Lebih Peka Perubahan Iklim” mengajak masyarakat peduli terhadap perubahan iklim dan dampaknya. Kita merasakan cuaca semakin tak menentu yang merupakan salah satu dampak perubahan iklim. Para petani dan nelayan misalnya, sangat terdampak karena tak bisa menentukan masa tanam dan waktu melaut yang tepat akibat cuaca berubah cepat. Gagal panen dan gagal melaut karena cuaca sudah menjadi kisah nyata keseharian.
Banyak cara disuarakan dari diplomasi kelas dunia antarnegara, riset, menyuarakan green economy dan green industry serta kampanye di media sosial hingga pendidikan. Argumentasi sosial, politik, ekonomi, budaya, atau agama disuarakan agar peduli bumi. Ragam tokoh menyuarakan isu perubahan iklim. Dampak global sudah dirasakan, yang merugikan umat manusia. Namun, kita juga tahu siapa yang membuat bumi semakin tak menentu. Manusialah yang berperan dominan dalam merusak ekosistem bumi.
Siapa tak kenal Greta Thunberg, anak muda tangguh yang tak pernah lelah bersuara mengajak semua kalangan sadar mengenai dampak perubahan iklim. Ia terus berseru agar semua kalangan bergerak bersama mengubah bumi lebih layak ditempati. Di berbagai belahan dunia, gerakan anak muda menyuarakan agar penduduk bumi semakin sadar isu lingkungan dan perubahan iklim, menggelora. Meski gerakannya masih sangat kecil, mereka aktif mengajak masyarakat memperhatikan lingkungan sekitar.
Ketika melakukan riset ekonomi hijau kerja sama BPS-BRIN di Sulawesi Tengah, kami berjumpa komunitas Mangrovers. Anak-anak muda kota Palu ini menginisiasi penanaman mangrove di Teluk Palu. Mereka juga aktif menjaga mangrove. Anak-anak muda ini aktif mengampanyekan mangrove sebagai bagian penting dari ekosistem pesisir yang dapat menjadi benteng alami menjaga Kota Palu dari gelombang tsunami yang terjadi berkali-kali. Tsunami terakhir di Palu, Sigi, dan Donggala terjadi pada 2018.
Tumbuhnya mangrove menjadi harapan mencegah risiko bencana tsunami di masa depan. Mereka pun paham, mangrove penyerap karbon. Berbagai riset menunjukkan peran mangrove sebagai ekosistem penting di kawasan pesisir. Artikel Donato, Kauffman dan kawan-kawan menyebut, mangrove salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis. Dalam konteks Indonesia, berdasarkan data pemetaan mangrove nasional 2021 (KLHK) terdapat 3,3 juta hektare luas mangrove eksisting dan 756.183 hektare luas potensi habitat mangrove. Namun memang kerusakan lahan mangrove juga terjadi akibat alih fungsi lahan untuk permukiman, tambak, fasilitas publik, dan lainnya. Ini tantangan yang perlu diantisipasi.
Pendidikan selalu menjadi harapan. Terkait internalisasi pemahaman ke generasi muda mengenai isu perubahan iklim, dunia pendidikan memiliki peran. Konstruksi pendidikan yang lebih memperhatikan isu lingkungan tidak bisa dihindarkan. Guru di berbagai bidang studi, dapat memasukan isu terkini mengenai perubahan iklim. Dalam beberapa pemberitaan, sudah cukup masif disampaikan isu perubahan iklim sangat penting diinternalisasikan di dunia pendidikan.
Sudah ada beberapa pelatihan bagi guru untuk meningkatkan pemahaman terkait urgensi isu tersebut. Namun memang praktiknya tidak semua guru lebih aware menyampaikan isu terkait perubahan iklim dalam ruang pembelajaran.
Gislason dan Kennedy (2022) menyebut, dalam isu perubahan iklim, penting untuk menawarkan harapan yang membumi dan realistis serta membangun kepercayaan di kalangan generasi muda untuk berperan di masa depan yang lebih baik. Kaum muda perlu didorong belajar mengidentifikasi dan terhubung dengan komunitas, kemudian membangun solusi berkelanjutan. Karena itu, kampanye terkait isu perubahan iklim secara masif penting dilakukan.
Tak bisa kita secara egois, atas nama pembangunan dan kesejahteraan justru merusak lingkungan dan mengeksploitasi alam habis-habisan. Dalam konteks ini, pembangunan pendidikan perlu memberi penyadaran kritis agar siswa lebih awas menilai isu perubahan iklim, meski penyadaran kepada siswa melalui ruang pendidikan masih pada tahap selemah-lemahnya iman. Sebab isu krusialnya, perhatian pembangunan yang lebih ramah lingkungan, antimarginalisasi, dan pro terhadap kondisi sosial, budaya, dan alam Indonesia. Di level global, harus ada kesepakatan bersama untuk berhenti mengeksploitasi bumi yang semakin ringkih.
Wallahu ‘alam bisshawab