Tajuk Rasil : Maroko, Sepak Bola, dan Politik

Selasa, 19 Jumadil Awal 1444 H/ 13 Desember 2022

Oleh: Dina Sulaiman, Analis Geopolitik Timur Tengah

Ada yang bilang jangan campurkan sepak bola dan politik karena tak ada korelasinya, kausalitas antara pilihan politik dengan menang atau kalah di sepak bola. Saya pengamat geopolitik, bukan sepak bola. Namun yang penting buat saya, di Piala Dunia Qatar tahun ini Timnas Maroko yang lolos ke semifinal telah membuat pernyataan politik. Menyatakan pembelaan pada Palestina, ini adalah pernyataan politik.

Tahun 2016, klub Glasgow Celtic dari Skotlandia didenda £ 8.616 oleh UEFA dengan alasan ribuan fans mengibarkan spanduk terlarang yaitu bendera Palestina dalam rangka aksi protes pro-Palestina dalam pertandingan lawan klub Israel Hapoel Be’er Sheva. Kini dalam Piala Dunia 2022 Qatar, Tim Maroko kibarkan bendera Palestina.

Tabu membawa-bawa politik dilanggar oleh FIFA sendiri. Yang melarang Timnas Rusia ikut World Cup 2022 tapi membiarkan tim-tim Eropa menunjukkan dukungan pada Ukraina. Lalu mengapa untuk Palestina, masih ada yang nyolot tak usah mencampuri politik dengan sepak bola?

Bukan hanya Maroko yang membuat pernyataan politik di Piala Dunia kali ini. Tapi Maroko pantas dipuji karena mereka membela sesuatu yang sangat layak dibela, yaitu Palestina. Beda level sekali dengan Timnas Iran, yang sok-sokan ikut berpolitik membela kelompok liberal, dan akhirnya pusing sendiri. Atau Timnas Jerman yang bikin aksi tutup mulut sebelum lawan Jepang. Setelah kalah, di laga lawan Spanyol mereka tidak mengulangi lagi aksi sok-sokan membela Hak Asasi Manusia itu. Kata Ilkay Gundogan, gelandang Timnas Jerman yang keturunan Turki, “Politik sudah selesai, sekarang ini hanya tentang sepak bola. Menikmati dan merayakan.”

Aksi Timnas Jerman yang membela kelompok LGBT atas nama HAM itu, tidak dibiarkan begitu saja oleh fans sepak bola yang paham politik. Dalam laga Jerman versus Spanyol. Jerman kalah lagi, sebagian penonton beraksi tutup mulut dengan membawa foto Mesut Ozil, mantan pemain timnas Jerman keturunan Turki yang menjadi korban rasisme.

Suporter LGBT sedunia dengan disokong dana raksasa berusaha memaksakan agar narasi mereka dipropagandakan melalui Piala Dunia 2022. Namun Emir Qatar menyatakan, siapapun bebas datang termasuk kaum LGBT, tapi propaganda LGBT jelas dilarang. Anda gay? Itu urusan pribadi anda, gak usah promosi. Awalnya, kapten dari tujuh timnas (Inggris, Wales, Belanda, Swiss, Jerman, Denmark, Belgia) berencana pakai ban kapten pelangi di lengan untuk mempromosikan LGBTQ dan protes pada Qatar yang melarang LGBTQ. Tapi aksi mereka batal karena dilarang FIFA. Kini ketujuh tim tersebut sudah out dari World Cup 2022, kalah semua.

Selama berlangsungnya Piala Dunia di Qatar ini, dukungan pada Palestina bergema sangat nyaring. Demikian pula nuansa geopolitiknya. Tapi aksi Timnas Maroko yang secara terbuka membawa bendera Palestina ke tengah lapangan, serta gegap gempita fans di luar lapangan membela Palestina adalah pernyataan politik rakyat sipil bangsa-bangsa Arab-Afrika Utara yang sangat jelas, dan mengkritik pemerintah mereka sendiri. Karena beberapa rezim Arab-Afrika Utara sudah menormalisasi hubungan dengan Israel seperti Mesir, UAE, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Apakah keputusan mereka adalah suara rakyat? Tidak. Rakyat di negara-negara itu menolak keputusan kaum elitenya. Mereka melakukan aksi-aksi demo, tapi tak banyak diliput media.

Tapi kini, di Piala Dunia 2022, suara dukungan pada Palestina terdengar sangat keras. bukan cuma oleh fans sepak bola dari negara Arab-Afrika Utara, tetapi juga dari berbagai negara lain. Perlu diingat penonton yang datang ke Qatar umumnya tentu orang educated dan punya uang. Artinya upaya Israel yang didukung Barat dan Amerika Serikat dengan menggelontorkan uang raksasa untuk diplomasi dan propaganda media demi menutupi fakta bahwa Israel adalah rezim penjajah, gagal total. Bangsa-bangsa bernurani, apapun agama dan rasnya, tetap paham bahwa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan dan penindasan. Meski para elite berkhianat. Tapi hati nurani rakyat tak bisa dibungkam.

Ini pelajaran juga buat elite Indonesia. Meski ada sejumlah elite yang sudah kena iming-iming bisnis dari Israel dan mulai main mata, selalu ingat: rakyat Indonesia akan setia pada amanah UUD 45. “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa…” Dan pesan Bung Karno: Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.

Wallahu ‘alam bisshawab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *