Baitulmal, Sumber Kemakmuran di era Kekhalifahan

Rasilnews – Kemakmuran dan kemajuan yang berhasil ditorehkan umat Islam pada masa kekhalifahan tak lepas dari pengelolaan keuangan yang profesional dan transparan. Pada era itu, pemerintahan Islam mengelola keuangan negara melalui lembaga bernama baitulmal (kas negara).

Sejatinya rumah harta alias baitulmal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, baitulmal belum terlembaga.

Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan. Pelembagaan baitulmal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.

Abu Bakar mendistribusikan dana yang tersedia di baitulmal kepada setiap orang. Di awal pemerintahannya, setiap penduduk mendapat jatah sebesar 10 dirham. Jumlah dana yang dibagikan bertambah menjadi dua kali lipat, di tahun kedua masa kepemimpinannya.

Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan baitulmal menjadi lembaga formal. Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.

Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk baitulmal atau public treasury. Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam. Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi.

Setiap dirham pemasukan yang diperoleh dari seluruh wilayah negara Islam dimasukkan di baitulmal. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola baitulmal alias rumah harta. Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja. Kedua, berasal dari jizya yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim.

Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anakanak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizya. Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

Dana yang berhasil dihimpun baitulmal itu lalu disalurkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin yang membutuhkan. Tak hanya itu, rakyat yang lemah dan cacat baik Muslim maupun non- Muslim mendapat santunan dari baitulmal. Orang tua yang tak mampu lagi mencari penghasilan juga mendapat jaminan kehidupan dari Baitulmal.

Anak-anak yatim-piatu yang tak lagi memiliki pelindung mendapat jaminan dari negara yang dananya berasal dari baitulmal. Meski ada lembaga yang bertugas untuk menjamin kesejahteraan rakyat, Khalifah Umar tak lantas berpangku tangan. Setiap malam, khalifah berkeliling ke berbagai tempat untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tak kelaparan.

Selain dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, dana yang dihimpun kas negara juga digunakan untuk pembangunan. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, sudah mulai dibangun saluran irigasi. Kanal irigasi digunakan untuk pengairan areal pertanian dan kebutuhan air bersih.

Dananya berasal dari pendapatan di sektor publik. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Umar dibuktikan dengan didirikannya kantor-kantor militer. Selain itu, pembangunan kanal di berbagai provinsi. Umar juga membangun beberapa kota seperti basra, Kufah, Kairo dan sebagainya. Pemerintahan Umar juga menyediakan rumah bagi ribuan penduduk.

Selain itu, Umar juga membangun kantor pemerintahan di seluruh wilayah yang ditaklukkan. Ia pun membentuk polisi serta menyediakan rumah singgah bagi para pelancong dan penjelajah. Keberadaan baitulmal juga tetap dipertahankan pada era pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan.

Sehingga, pejabat baitulmal itu memiliki kekuasaan untuk mengontrol pengeluaran dana para pejabat dan gubernur di wilayah. Sempat terjadi benturan antara Sa’d bin Abi Waqas – gubernur Kufah yang kuat namun boros – dengan Ibnu Mas’ud pejabat perbendaharaan di Kufah.

Utsman akhirnya memutuskan untuk memecat Sa’d, karena dinilai terlalu boros. Khalifah ketiga ini juga menggunakan dana di baitulmal untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Utsman tak pernah mengambil dan menerima gaji sebagai khalifah dari baitulmal. Setiap hari Jumat, Utsman berupaya untuk memerdekakan budak. Dia juga menjamin kehidupan janda dan anak yatim-piatu.

Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pun menggunakan dana yang dihimpun baitulmal untuk kepentingan rakyat dan pembangunan. Ketika pemerintahannya berseteru dengan Mu’awiyah, beberapa orang yang dekat dengan Ali membisiki agar menggunakan dana baitulmal. Namun, Ali dengan tegas menolak untuk menggunakan dana baitulmal.

‘’Apakah kamu menginginkan aku mencapai kemenangan dengan cara yang tak adil?’’ tegas Ali. Pada era Khulafa Ar-Rasyidin, dana baitulmal benar- benar dikelola secara transparan dan adil. Para khalifah sama sekali tak tergiur untuk menggunakan dana yang bertumpuk di kas negara itu untuk kepentingan dan ambisi pribadi. Pejabat korup dipecat dan dipenjara. Sehingga uang yang berasal dari rakyat benar-benar tersalur kembali untuk kesejahteraan rakyat.

sumber : Ihram.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *