Teknologi terus berubah, media sosial merajalela, dan personal touch makin tergerus. Namun di tengah era digital ini, Dedi “Miing” Gumelar melihat cahaya yang tak boleh padam: Radio Silaturahim (Rasil). Lewat program “Ngobrol Bareng KDM”, ia menyebut Rasil sebagai ‘masjid kedua’— tempat untuk bersujud dalam bentuk yang berbeda, lewat kata, suara, dan nasihat yang menenangkan.
Jakarta, Rasilnews – Komedian sekaligus tokoh masyarakat, Dedi “Miing” Gumelar, menilai bahwa Radio Silaturahim (Rasil) memiliki peran penting di tengah derasnya arus revolusi digital. Menurutnya, di era di mana media sosial dan teknologi mendominasi, keberadaan radio seperti Rasil tetap relevan sebagai media dakwah, muamalah, dan bahkan sarana ibadah.
Pernyataan ini disampaikan Miing dalam program “Ngobrol Bareng KDM (Kang Dedi Miing)” yang disiarkan langsung di Radio Rasil. Dalam bincang santai tersebut, ia memberikan pandangan kritis namun optimis tentang peran radio di era digital.
“Satu pilihan: Rasil, Insya Allah menjadi media bukan sekadar dakwah, tapi juga media muamalah, media ibadah bagi pemilik, pelaksana, dan penyelenggaranya,” kata Miing.
Miing menyebut revolusi digital sebagai disruption—gangguan yang membawa dampak ganda. Di satu sisi, teknologi digital memunculkan banyak peluang dan kemudahan, namun juga menggantikan interaksi sosial yang dulu hangat dan penuh nilai.
“Sekarang cukup kirim video ucapan lebaran, selesai. Tapi tetap saja, tidak bisa menggantikan hangatnya berjabat tangan langsung. Nilai silaturahmi yang sejati hilang,” ujar Miing.
Dalam konteks itu, ia menilai radio seperti Rasil memiliki keistimewaan tersendiri karena tetap menjaga kedekatan emosional dan spiritual dengan pendengarnya.
Radio Sebagai Masjid Kedua
Menariknya, Miing menyamakan peran Rasil dengan masjid. “Kalau masjid tempat sujud, maka Rasil adalah tempat berbakti kepada sesama. Dan jika kita berterima kasih pada manusia, sesungguhnya kita sedang bersyukur pada Allah,” ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa eksistensi radio tidak semata-mata tergantung pada keberadaan iklan. “Jangan takut. Rezeki sudah ditetapkan. Kalau niatnya dakwah dan ibadah, Insya Allah Allah bantu,” ujarnya yakin.
Dalam perbincangan tersebut, Miing mengungkap bahwa kehadirannya di Rasil bukan atas undangan, tetapi karena keinginannya pribadi untuk kembali menjalin kedekatan dengan pendengar.
“Saya yang telepon Kang Krisna, ‘Chris, gue siaran dong.’ Saya ingin tahu, masihkah orang peduli sama saya? Ternyata masih ada yang simpatik. Itu ukuran dalam komunikasi,” ujarnya sambil tersenyum.
Rasil Harus Tetap Hadir di Tengah Masyarakat
Menutup pernyataannya, Miing menegaskan pentingnya menjaga eksistensi Rasil di tengah masyarakat. Di saat banyak orang bergantung pada Google Maps dan Waze untuk mencari arah, ia mengingatkan bahwa mapping sejati kehidupan justru ada dalam nilai-nilai yang dijaga oleh media seperti Rasil.
“Al-Qur’an itu peta hidup kita. Tapi sekarang malah ditumpuk. Justru Rasil hadir untuk mengingatkan kita akan arah yang benar,” pungkasnya.