Agar Tidak Menjadi A Lost Generation

Selasa, 13 Zulqaidah 1445 H/ 22 Mei 2024
Artikel Hidayatullah.com

“A LOST GENERATION” awalnya adalah untuk menggambarkan kondisi generasi pasca Perang Dunia I tahun 1920-an, atau disebut juga Generation of 1914 yaitu tahun dimulainya Perang Dunia I.

Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi masyarakat dimana mereka kehilangan arah dan pegangan, masyarakat tidak yakin akan dirinya sendiri mau berbuat apa dan untuk apa, tidak ada leadership yang proaktif mengatasi problem-problem yang ada di masyarakat, masyarakat menjadi sekumpulan makhluk hidup yang hanya makan, minum, kawin, punya anak dan kemudian mati. Tidak ada karya yang berarti dan tidak mewariskan nilai-nilai…

Di Indonesia kita mengenal ada generasi atau angkatan 45, yaitu generasinya para pejuang yang ikut terlibat dalam revolusi kemerdekaan yang akhirnya menghasilkan kemerdekaan negeri ini tahun 1945. Dalam skala yang lebih kecil pernah muncul generasi atau angkatan 66, yang terwakili oleh para pemuda dan mahasiswa yang terlibat dalam peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru tahun 1966.

Sempat pula muncul istilah angkatan 98 untuk mengapresiasi para mahasiswa yang terlibat dalam reformasi, peralihan dari era Orde Baru ke era Reformasi. Namun sayangnya angkatan 98 ini ibarat bunga dia layu sebelum berkembang. Ketika para tokohnya mendapat kesempatan menjadi pejabat dan posisi-posisi strategis di pemerintahan, sebagian oknum-nya menyia-nyiakannya dengan mengikuti budaya korup para pendahulunya. Bahkan praktek kehidupan korup dengan gaya hedonisme lebih parah dan merajalela. Walhasil lebih dari 2 dekade kita memasuki era Reformasi, masih sulit kita sebut generasi apa kita kini?

Ketiadaan negarawan dengan top leadership, panutan atau keteladanan di masyarakat saat ini membuat situasi mirip situasi lost generation pasca PD I tersebut berulang di negeri ini. Kita tidak yakin siapa yang patut kita pilih sebagai pemimpin sejati yang peduli terhadap generasi bangsa ini, kita tidak yakin siapa yang bener-bener menegakkan hukum di negeri ini, kita tidak yakin akan adanya pihak/lembaga/institusi yang bener-bener memperjuangkan nasib rakyat tanpa pamrih dan tanpa tujuan mendulang suara.

Namun situasi seperti ini selalu bisa kita ubah, manakala ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki passion untuk mulai membuat perubahan. Perubahan-perubahan ini awalnya bisa saja kecil dan sektoral, tetapi bila perubahan tersebut menular ke masyarakat lain – dampaknya bisa besar. Bisa menjadi Tipping Point bagi perubahan besar berikutnya. Keberadaan sekelompok kecil masyarakat yang akan membuat perubahan ini memang juga diperintahkan di dalam Al-Qur’an: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran, ayat 104).

Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang harusnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar di negara ini? Seharusnya memang pemerintah yang memiliki kewenangan, aparat dan segala resources yang diperlukannya. Tetapi bila ini pun tidak terjadi, bukan berarti masyarakat tidak bisa melakukan perubahan-perubahan. Berikut adalah beberapa di antara perubahan-perubahan atau pekerjaan besar ‘membangun Negeri, membangun Umat’ yang dapat kita lakukan bersama dengan ‘segolongan umat’ yang ada di sekitar kita.

Pertama, pembekalan iman yang baik bagi anak, remaja dan dewasa sehingga dalam situasi apapun mereka punya pegangan dan arah hidup yang dituju. Kedua, pendidikan dan pelatihan life skills yang baik sehingga generasi ini dan generasi kedepan memiliki keunggulannya di tengah persaingan global. Ketiga, pengelolaan sumber daya alam yang optimal oleh bangsa sendiri, agar apa yang di sediakan Allah di bumi ini dapat bener-bener digunakan untuk pemakmuran rakyatnya. Kelima, penciptaan sistem peraturan dan perijinan yang pro penciptaan lapangan kerja dan kemakmuran, agar masyarakat ter-encourage untuk berusaha dan menciptakan lapangan kerja. Keenam, Implementasi hukum yang adil, agar terbangun masyarakat yang patuh hukum. Ketujuh, menciptakan keteladanan-keteladanan di berbagai bidang untuk membangun sikap positif masyarakat akan masa depannya. Dan banyak lagi Langkah strategis lainnya.

Selama masih ada segolongan umat yang tahu betul dan yakin dengan apa yang dilakukannya, insyaAllah generasi ini dan generasi yang akan datang tidak akan menjadi a lost generation…, insyaAllah.

Wallahu ‘Alam Bishawwab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *