Jakarta, Rasilnews– Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) tergabung dalam Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) melakukan demonstrasi yang disebut aksi 411 di sekitar Istana Negara, Jakarta Pusat hari ini, Jumat (4/11) siang.
Ketua PA 212, Slamet Maarif menjelaskan, aksi yang digelar secara damai itu membawa sejumlah tuntutan. Salah satunya adalah mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk mundur dari jabatannya.
Slamet menyatakan, tuntutan itu disuarakan karena sebelumnya tercetus kabar soal ijazah pendidikan Jokowi yang diduga palsu. Hal itu menjadi alasan mereka menginginkan Jokowi untuk mundur dari jabatan Presiden RI.
“Sampai hari ini kan memang belum ada tanggapan dan jawaban dari Istana ataupun Presiden yang sampai saat ini belum bisa menunjukkan ijazah SD, SMP dan SMA sampai perguruan tingginya,” ujar Slamet pada Kamis, (3/11).
Dengan demikian, GNPR meyakini bahwa hal tersebut dikarenakan gagalnya pemerintahan Indonesia yang dikepalai Presiden Jokowi.
“Oleh karena itu kami menuntut Yang terhormat Presiden Joko Widodo dengan legowo untuk mundur sesuai Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 Tentang Etika Politik dan Pemerintahan,” tambahnya.
Hal serupa juga disampaikan Slamet Maarif dalam wawancara ekslusif Topik Berita Radio Silaturahim (Rasil) 720 AM.
“Ada satu hal yang diduga bahwa Presiden sudah layak mundur karena sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai presiden. Dugaan ijazah palsu yang sampai sekarang Presiden belum bisa membuktikan dan menunjukkan kepada rakyat ijazah SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi maka patut diduga ada perbuatan tercela kalau itu benar adanya terkait penggunaan ijazah palsu,” ujarnya, Jumat (4/11) pagi.
Dalam program Rasil itu, dia mengatakan, GNPR sudah melayangkan surat pemberitahuan terkait aksi demo hari ini kepada Polda Metro Jaya sejak 20 Oktober 2022.
“Kami selaku penyelenggara aksi juga sudah memenuhi kewajiban kami mengirimkan surat ke Polda Metro Jaya 20 oktober yang lalu. Karena ini legal dan kondisional maka pihak keamanan wajib mengawal dan memastikan kondisinya tetap kondusif,” kata Slamet.
Unjuk rasa yang dilakukan itu, sambungnya, guna menasihati Presiden Jokowi yang dinilai telah menyimpang. Terlihat dengan banyaknya masalah dan pelanggaran etika politik.
“Kewajiban setiap warga negara untuk menasihati pemimpinnya. Kalau kita tidak menasihati pemimpin yang kita anggap salah, menyimpang maka kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah subhanahu wa ta’ala,” ucap pendakwah itu.
“Oleh karenanya, kita mencoba berikhtiar dan menasihati presiden pada hari ini untuk yang kesekian kalinya, untuk menggugurkan kewajiban kita. Dan kita melihat memang ini negara sudah terlalu jauh salah urus. Berbagai persoalan bahkan etika politik sudah ditabrak, nyawa seolah tidak ada harganya di negeri ini, hingga pelanggaran HAM,” lanjutnya.
Dalam unjuk rasa yang disebut aksi bela rakyat itu, Slamet mengungkapkan, akan dihadiri hampir 200 ormas yang tergabung dalam GNPR.[]