Diskusi Publik “OUTLOOK Industri Tembakau Indonesia 2024″, IISD Ungkap Situasi dari Hulu ke Hilir Industri Rokok

Jakarta, Rasilnews – Indonesia Institute for Social Development (IISD) menggelar diskusi publik “OUTLOOK Industri Tembakau Indonesia 2024” di Jakarta, Selasa (30/01/2024).

Direktur Program IISD Ahmad Fanani mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memberikan insight, wawasan yang lebih luas berbagai situasi terkini konsumsi produk tembakau.

“Negeri ini sudah kadung terjerat candu rokok sedemikian dalam. Candu rokok yang oleh amanah undang-undang konsumsinya mesti ditekan, justru diletakkan dalam posisi sedemikian terhormat. Pecandu zat lain direhabilitasi, tapi pecandu rokok justru dirawat, disanjung-sanjung sebagai penyumbang pajak terbesar. Dengan kondisi yang pelik ini, pengendalian konsumsi rokok bukanlah perkara sederhana,” ujar Ahmad.

Dia juga mengatakan, diskusi publik ini untuk membuka mata publik sekaligus membangunkan kesadaran pemerintah akan urgensi penguatan regulasi pengendalian konsumsi candu rokok.

Ahmad memaparkan trend konsumsi rokok meningkat signifikan dalam 20 tahun terakhir. Tahun 2005 total volume produksi rokok berkisar 235 miliar batang. Angka tersebut meningkat menjadi 279,4 miliar batang pada tahun 2011, dan tahun 2022 melonjak menjadi 323,9 miliar batang. Data juga menunjukkan dalam rentang 5 tahun terakhir produksi tembakau meningkat dari 195,35 ribu ton pada 2018 menjadi 224 ribu ton di tahun 2022, dan kembali naik menjadi 233 ribu ton di tahun 2023.

“Regulasi mengamanahkan agar pemerintah mengendalikan konsumsi rokok dan produk tembakau lainnya. Bahkan RPJMN secara spesifik memberikan target prevalensi dan rekomendasi strategi untuk mencapainya, antara lain dengan penguatan regulasi, pembesaran PHW (Peringatan Kesehatan Bergambar), dan pelarangan total iklan rokok, namun belum terealisasi sampai hari ini,” imbuhnya.

Ahmad mengkritisi selama ini pemerintah nyaris hanya bertumpu pada kebijakan fiskal, yang menurutnya tak cukup efektif.

“Rokok adalah produk candu, tak mudah bagi perokok untuk berhenti. Memahalkan harga rokok tak cukup, jika iklan terus dibiarkan bertebaran dimana-mana mengobarkan hasrat mereka untuk terus merokok,” jelasnya.

Dalam paparannya, ia juga menggarisbawahi adanya pergeseran trend konsumsi rokok ke produk alternatif.

“Di luar konsumsi ke rokok elektronik yang konsumsinya meningkat signifikan, yang belum banyak dicermati adalah trend konsumsi Tingwe. Dalam 2-3 tahun terakhir konsumsi Tingwe melonjak tajam. Kenaikan cukai pada rokok pabrikan, dan pandemi mendorong perokok segmen menengah ke bawah mencari produk alternatif yang lebih terjangkau. Toko tembakau sekarang dengan mudah kita temukan di pinggir-pinggir jalan,” papar Ahmad.

“Jika dulu Tingwe lekat diasosiasikan sebagai rokok orang sepuh, sekarang anak-anak muda juga banyak yang mengkonsumsinya. Bahkan ada semacam romantisasi produk ini sebagai anti mainstream, warisan budaya, dan lain-lain,” pungkasnya.

Diskusi publik tersebut dihadiri praktisi media Maria Hartiningsih, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan mantan Wamendikbud Prof. dr. H. Fasli Jalal Ph.D., sebagai penanggap pemaparan “Outlook Pengendalian Tembakau 2024”.

Dr. Sudibyo Markus dan Dra Tien Sapartinah sebagai Adviser IISD juga menyampaikan pengantar dan kesimpulan diskusi.

Adviser IISD Dr. Sudibyo Markus, mengatakan, perilaku industri rokok, dari produksi sampai konsumsi, dipengaruhi sikapnya untuk menyembunyikan zat nikotin, sebagai zat berbahaya yang mengancam kesehatan dan kehidupan.

“Nikotin itu zat sangat yang berbahaya. Mereka (industri rokok) tidak saja tidak mengakui secara formal (adanya zat nikotin itu), tetapi mereka dengan segala cara membohongi publik akan keberadaan nikotin yang berbahaya itu,” ujar Sudibyo.

Rokok yang terdiri atas zat nikotin, tar, dan zat karsinogenik, dan merusak kesehatan dan ancaman kematian sudah merambah anak dan merenggut hak hidup, hak kelangsungan hidup, hak tumbuh dan berkembang serta perlindungan anak.

Dia menegaskan, pengendalian tembakau di Indonesia memerlukan intervensi yang holistik dan komprehensif dari hulu dan hilir, serta memerlukan waktu cukup panjang untuk mewujudkan apa yang diharapkan pegiat pengendalian tembakau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *