Jakarta, Rasilnews – Kiprah Abang None Jakarta Timur tak hanya sekadar ajang kontes tahunan semata. Lebih dari itu, mereka merupakan duta yang mengemban peran penting dalam melestarikan dan mempromosikan kebudayaan serta pariwisata Betawi.
Hal ini disampaikan oleh Bang Suhail Thalib dan Mpok Nela, Abang dan None Jakarta Timur 2024, kepada Rasil News usai menghadiri program Ahlan Wa Sahlan di Radio Silaturahim, Selasa (17/06/25).
Menurut Suhail, Abang None memiliki tugas utama sebagai duta budaya dan pariwisata Betawi. Namun secara teknis, peran mereka sangat beragam.
“Mulai dari menari nandak di berbagai acara kebudayaan, mendampingi pejabat daerah dalam acara formal, hingga menjadi pembawa acara atau MC di event-event seperti Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Lebaran Betawi,” ujarnya.
Selain itu, Abang None juga aktif mendukung berbagai kegiatan yang digagas oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parikraf) Jakarta Timur. Salah satunya adalah keterlibatan mereka dalam peringatan Hari Perempuan Indonesia, di mana para Abang dan None turut ambil bagian sebagai pengisi acara, mulai dari MC hingga peragaan busana.
“Jadi secara umum, tugas kami adalah menjadi representasi budaya Betawi dan masyarakat Jakarta Timur. Kami berperan aktif dalam memperkenalkan dan membanggakan identitas lokal di berbagai kesempatan,” tambah Nela.
Suhail yang menyandang gelar Abang Favorit 2004, dan Nela sebagai finalis di tahun yang sama, kini turut aktif dalam persiapan Abang None Jakarta Timur 2025. Keduanya menjadi bagian dari tim pembekalan untuk para peserta.
“Pembekalan ini seperti proses karantina yang berlangsung selama lima minggu. Di dalamnya ada pelatihan busana, kebudayaan Betawi, public speaking, dan bahkan wawasan internasional. Semua ini difasilitasi oleh tujuh juri profesional,” jelas Suhail.
Dari sisi pengalaman pribadi, keduanya sepakat bahwa keikutsertaan dalam ajang Abang None memberikan transformasi besar dalam pengembangan diri. Suhail mengungkapkan bagaimana ia belajar mengatasi rasa malu, mengasah keterampilan public speaking, hingga mempelajari tarian nandak yang sebelumnya tak ia kuasai.
“Ini bukan sekadar ajang kompetisi, tapi ruang pembentukan karakter dan peningkatan kapasitas pribadi,” tuturnya.
Nela menambahkan bahwa jaringan pertemanan atau networking juga menjadi salah satu nilai lebih dari komunitas ini. Peserta berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan profesi, menciptakan ruang kolaborasi yang luas dan inklusif.
“Yang menarik, Abang None tidak harus berdarah Betawi. Selama mereka mampu mempelajari dan mencintai budaya Betawi, mereka layak menjadi bagian dari keluarga besar ini,” tegasnya.
Saat ditanya mengenai motivasi mereka mengikuti Abang None, Suhail menjawab lugas, “Karena ini kesempatan sekali seumur hidup. Usia maksimalnya 25 tahun. Kalau lewat, ya tidak bisa daftar lagi. Jadi selama ada peluang, jangan ragu untuk mencoba.”
Menutup sesi wawancara, keduanya menyampaikan harapan untuk generasi Abang None selanjutnya.
“Meski Ibu Kota akan pindah, budaya dan pariwisata Jakarta jangan sampai luntur. Jakarta tetap menjadi rumah banyak orang, dan warisan budayanya harus terus dijaga,” ucap Nela.
Suhail menambahkan, “Kita bukan hanya melestarikan, tapi juga harus bangga. Kalau tidak bangga, bagaimana bisa melestarikan?”
Abang None Jakarta Timur tak hanya menjadi wajah budaya di panggung hiburan, namun juga agen perubahan yang membumikan kembali kearifan lokal di tengah gempuran budaya global.